Jumat, 03 November 2023

Anjani Sekar Arum, Lestarikan Budaya Bantengan Melalui Batik Bantengan

 

Anjani Sekar Arum, melestarikan budaya melalui batik (Foto : Instagram anjanigaleribatik)

Indonesia kaya akan khasanah budaya dan warisan leluhur. Salah satunya adalah seni membatik. Batik sendiri merupakan seni dua dimensi yang lahir sebagai wujud ekspresi dari kondisi sosial dan budaya masyarakat setempat. Karenanya, wajar, bila batik setiap daerah memiliki ciri khas tersendiri.

Sebagai seorang penggiat seni atau seniman, Anjani Sekar Arum ingin mengangkat citra Batik Bantengan dan melestarikan budaya agar tak hilang digerus jaman. 

Bantengan sendiri merupakan salah satu budaya yang tumbuh sejak jaman Singasari, berupa seni olah tubuh pencak silat yang umumnya dipelajari masyarakat di sekitar lereng pegunungan Jawa, seperti Bromo, Tengger, Welirang, Arjuno, Anjasmoro, Kawirang, termasuk wilayah Batu.

Di Batu, budaya Bantengan tumbuh subur di daerah Bumiaji. Adapun sosok yang terus menghidupkan budaya Bantengan di tengah-tengah  masyarakat adalah Agus Tubrun, ayah dari Anjani  Sekar Arum. 

Darah Seni Yang Mengalir

Hasil karya batik tulis di geleri milik Anjani (Foto : Instagram anjanibatikgaleri)


Sebagai putri dari penggiat budaya dan seni, darah seni yang mengalir di nadinya begitu kental. Terutama seni lukis. Bakat ini menurun dari sang ayah dan pamannya juga dikenal sebagai pelukis, sementara neneknya adalah penari.

Anjani yang tumbuh dalam budaya seni  yang kental, memilih meneruskan pendidikan di Jurusan Seni dan Desain, Fakultas Sastra di Universitas Negeri Malang. Semenjak menjadi mahasiswa ia selalu memasukkan budaya Bantengan ke dalam tugas-tugas karya seninya. 

Ia yang tumbuh dan besar dalam budaya Bantengan, menjadikan Bantengan sebagai ciri khasnya dalam berkarya. Ia seolah-olah tak terpisahkan dari Bantengan. Hingga namanya dikenal sebagai Anjani Bantengan di lingkungan kampusnya. 

Ia bahkan sengaja mempelajari secara khusus seni membatik di Solo dan Jogjakarta agar bisa lebih leluasa mengenalkan Bantengan ke berbagai lapisan masyarakat seluruh tanah air

Semangat Anjani mengenalkan Budaya Bantengan melalui seni batik semakin kuat sejak lulus dari bangku kuliah. Tahun 2014 ia pun mendirikan sanggar batik dan galeri dengan motif Bantengan, sebagai ciri khas sanggarnya. Berlokasi tak jauh dari alun-alun Kota Batu. 

Pada pameran pertama yang diadakan secara sederhana, mengangkat tema khas batik tulis motif Bnatengan. Dalam pameran ini ia berhasil menjual seluruh karya seni membatiknya yang dikumpulkan sejak masih menjadi mahasiswa. Karya batiknya yang indah dengan motif Batik Bantengan didaulat sebagai batik khas Kota Batu oleh Dewanti Rumpoko, istri dari Walikota Batu periode 2007-2017, Eddy Rumpoko.

Sanggar dan galeri ini terus berkembang, hingga pada tahun 2018, ia memindahkan sanggarnya ke lokasi yang lebih luas  di desa Bumiaji. Perpindahan galeri Anjani dari pusat kota ke desa asal Bantengan, yaitu Bumiaji membawa dampak positif bagi perkembangan pariwisata di daerah tersebut. 

Redupnya Wisata Petik Apel yang selama ini menjadi ikon di desa Bumiaji, mendapatkan angin segar dengan adanya galeri dan sanggar batik Bantengan milik Anjani. Mewakili budaya khas Kota Batu dalam wujud karya seni batik tulis.

Anjani pun tak segan-segan menularkan ilmu yang dimilikinya kepada generasi muda, khususnya anak-anak yang memiliki bakat dan keinginan untuk melestarikan budaya bangsa, khususnya Batik Bantengan. 

Tahun 2017, Anjani bekerja sama dengan Dinas Pendidikan di Kota Batu, untuk mengenalkan Batik Bantengan ke sekolah-sekolah berakreditasi A dan terpilih untuk mengajarkan cara membuat batik dengan motif Bantengan. 

Sanggar Batik Tulis Andhaka

Sanggar batik tulis Anjani (Foto : Instagram anjanibatik galeri)

Rasa prihatin serta rasa takut Anjani akan hilangnya sebuah di budaya di masyarakat yang makin labil ini, membuatnya bertekad untuk melahirkan generasi penerus. 

Ia tahu tantangan untuk mengenalkan dan melestarikan seni Batik Bantengan tidaklah mudah. Dibutuhkan kegigihan untuk tetap mempertahankan motif yang menjadi ciri khas Bantengan. 

Ciri khas motif Batik Bantengan yaitu : kepala banteng, monyet, cemeti, bunga 7 rupa, dan alat kesenian. 

Menurut Anjani, mengajari generasi muda merupakan salah satu cara untuk melestarikan budaya bangsa. Di samping itu, melalui sanggar ini, anak-anak yang belajar dan membuat Batik Bantengan mendapatkan tambahan penghasilan melalui hasil penjualan Batik Bantengan yang dibandrol dengan harga yang lumayan tinggi. 

Karena yang dijual Anjani, bukanlah hanya sehelai kain batik bercorak, melainkan sebuah proses. 

Meraih Penghargaan SATU Indonesia

Anjani Sekar Arum meraih penghargaan SATU Indonesia Award 2017


Upaya melestarikan budaya melalui sanggar batiknya, ternyata berimbas positif meningkatkan ekonomi para pembatik muda asuhannya. 

Dari sekitar 58 pembatik anak yang tergabung, ada sekitar 45 anak yang rutin dan konsisten belajar membatik. Tiap bulan rata-rata menghasilkan 45 helai kain batik yang dipasarkan dengan kisaran harga 300-700 ribu rupiah. 

Hal ini dikarenakan keuntungan penjualan batik hanya diserahkan 10% untuk sanggar. Itu pun digunakan untuk membeli pewarna, kain mori dan keperluan membatik, selebihnya menjadi milik pembatik anak itu sendiri. 

Dengan bagi hasil yang sangat menguntungkan bagi pembatik anak di sanggarnya, membuat semangat untuk berkarya tumbuh dengan sendirinya. Harapan Anjani, anak-anak asuhannya kelak tumbuh menjadi duta Batik Bantengan hingga menembus mancanegara dan mampu berdiri sendiri. 

Upaya Anjani meningkatkan perekonomian masyarakat dan melestarikan budaya di sekitarnya, khususnya anak-anak yang tergabung dalam sanggar batik tulis asuhannya mendapat apresiasi dari PT Astra Internasional di bidang kewirausahaan. Ia meraih penghargaan SATU Indonesia Award pada tahun 2017.

Meski tak ada keuntungan ekonomi untuk dirinya pribadi, namun Anjani mampu membawa perubahan ekonomi di sekitarnya. Ini merupakan kepuasan tersendiri bagi perempuan cantik yang juga berprofesi sebagai guru di salah satu sekolah negeri. 

Barakallah Anjani.....







Rabu, 25 Oktober 2023

Bidan Hardinisa Syamitri, Hadirkan Senyum di Wajah Lansia

 

Bidan Hardinisa Syamitri, Hadirkan senyum di wajah lansia (Foto : IG Hardinisa S)

Kebayang nggak sih menjadi bidan di lokasi terpencil? Lokasi yang tak terjangkau listrik, apatah lagi sinyal telekomunikasi. Uwuw. Pastinya berasa di dunia lain kan ya... hehehe. Akan tetapi, itulah kenyataan  yang harus dihadapi oleh Bidan Hardinisa Syamitri.

Sebagai ASN, tentu saja ia tak bisa menolak saat di tempatkan di kampung kecil, hanya diisi sekitar 500 jiwa saja. Lokasi itu tepatnya bernama desa Jorong Luak Benga, Talang Anau, Kecamatan Gunung Omeh, Sumatra Barat  dan itu tentunya menjadi pengalaman tak terlupakan bagi Bidan Icha, demikian nama panggilannya.

Wajar saja jika kehadirannya pertama kali, tahun 2006 silam, mengalami penolakan dari masyarakat setempat yang tidak mengenal tenaga medis. Mereka hanya percaya pada dukun. Serta mengandalkan dukun beranak untuk membantu proses melahirkan. Namun perempuan kelahiran 2 Mei 1984 itu tidak patah semangat. Ia memaklumi kondisi masyarakat yang kurang wawasan dan belum tersentuh dunia luar.

Untuk meraih hati dan agar bisa tetap melaksanakan bakti sebagai tenaga medis, Icha, demikian nama panggilannya, merangkul dukun-dukun beranak. Ia mulai menjalin kerja sama dan  mendampingi saat ada warga setempat yang hendak melahirkan.

Tindakannya ini tidak serta merta mengalihkan kepercayaan warga dari dukun ke bidan, namun Icha tetap semangat mendampingi pada dukun beranak, sambil terus memberikan informasi penting terkait  proses melahirkan, agar ibu dan anak selamat saat melahirkan.

Kepercayaan masyarakat mulai tumbuh ketika dalam satu proses kelahiran bayi yang diikutinya bayi yang lahir tidak menangis. Di tengah kebingungan yang melanda dukun beranak dan keluarga ibu yang melahirkan, Bidan Icha melakukan tindakan sesuai ilmu medis yang dipelajarinya, alhamdulillah, bayi itu bisa menangis.

Kepercayaan masyarakat pun tumbuh dan mulai mengikuti arahan Bidan Icha terkait masalah kesehatan yang terjadi di masyarakat. Sebagai tenaga medis yang mengemban tugas dari dinas kesehatan setempat sangatlah wajar jika Icha tak jemu-jemu memberikan penyuluhan kesehatan pada masyarakat.

Membentuk Seroja Untuk Lansia

Hardinisa Syamitri, membentuk Seroja untuk lansia (foto : IG Hardinisa S)

 

Semenjak mendapat kepercayaan masyarakat, Icha mulai memperhatikan kesehatan masyarakat secara lebih luas, tidak hanya yang berkaitan dengan ibu hamil dan melahirkan, dan pengobatan secara medis, Icha juga memperhatikan keberadaan para lansia yang keberadaannya cukup banyak di tengah masyarakat.

Ia menyadari eratnya para lansia dengan berbagai penyakit degeneratif seperti stroke, rematik, hipertensi dan lain sebagainya.  Icha  pun tergerak untuk mencegah sedini mungkin penyakit itu menyerang lansia yang berada di desanya.

Ia tak ingin para lansia yang ada di sekitarnya kehilangan semangat dan menjadi beban keluarga. Ia ingin melihat kebahagiaan di wajah para lansia, salah satunya dengan aktif memberikan motivasi dan memberikan kegiatan yang bermanfaat bagi lansia.

Icha kemudian membentuk perkumpulan orang lanjut usia yang diberi nama Perkumpulan Seroja (Sehat Rohani Jasmani). Agar menarik dan tidak menyulitkan serta mudah dilaksanakan para lansia, ia mengemas kegiatan rutin lansia dengan kegiatan olahraga senam pagi untuk lansia. Kegiatan yang tidak membutuhkan biaya, dan termasuk olahraga ringan, namun bermanfaat besar bagi para lansia.

Menurut para peneliti dari British Journal of Sports Medicine pada tahun 2014, orang lanjut usia yang aktif berolahraga terbukti lebih sehat dan memiliki risiko yang lebih kecil terhadap penyakit kronis.

Dengan mengadakan senam lansia, Icha berharap, para lansia yang aktif dalam kegiatan ini menjadi lebih sehat, menghambat proses penuaan, mendapat kesegaran jasmani, terpeliharanya daya tahan dan kekuatan otot, melancarkan peredaran darah, serta menumbuhkan rasa bahagia dan pikiran yang sehat dan terjaga.

Menerbitkan senyum di wajah lansia

 

Bidan Hardinisa Syamitri bersama Titik Puspa (Foto IG Hardinisa S)

Sejak berdirinya Seroja, dari 200 lansia yang ada di desa, sebanyak 120 lansia sudah mengikuti program yang diadakan Bidan Icha. Kegiatan itu terus berlangsung, bahkan ketika pindah tugas ke desa tetangga, Jorong Talang Anau, Icha juga membentuk perkumpulan Seroja untuk para lansia.

Semangat Icha yang ingin menghadirkan senyum di wajah para lansia di desa terpencil ini mendapatkan perhatian dari PT ASTRA Internasional, hingga memberikan apresiasi SATU Indonesia Awards di tahun 2013 silam untuk kategori kesehatan.

Jumat, 20 Oktober 2023

Elsa Maharrani, Memberdayakan Ibu-Ibu Rumah Tangga Melalui Menjahit

 

Elsa Maharrani, memberdayakan ibu rumah tangga melalui menjahit (foto : Elsa M)


Berwirausaha bukanlah hal yang baru bagi Elsa Maharrani, perempuan kelahiran Padang , 5 Maret 1990. Terlahir sebagai anak kedua dari 10 bersaudara, membuat Elsa berpikir untuk segera mandiri. Ia ingin kuliah dengan biaya sendiri. Tak ingin memberatkan orangtuanya yang bekerja sebagai PNS.

Karena itu semenjak menjadi mahasiswa di Fakultasi Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas, ia memutuskan untuk berjualan. Dengan mengusung konsep palugada (apa yang lu mau, gue ada) perlahan sosok Elsa tumbuh menjadi sosok wirausaha muda yang tangguh dan pandai membaca peluang pasar.

Pengalaman berjualan ini terus tumbuh dalam jiwanya, mengalir di nadinya. Ia menikmati jatuh bangun usaha yang dijalaninya. Begitupun setelah menikah. Ia tetap mencoba merintis berbagai jenis usaha. Sehingga akhirnya memilih menjual produk muslimah dengan brand-brand ternama dari Jakarta.

 Lahirnya Brand Maharrani Hijab

Lahirnya Maharrani Hijab tak lepas dari dukungan suami Elsa (Foto : Elsa Maharrani)

Setelah cukup lama menjual produk brand-brand ternama, pada tahun 2019 Elsa memutuskan untuk memproduksi sendiri busana-busana muslimah dengan mengangkat khasanah cara berpakaian wanita muslimah minang, seperti baju kurung, basiba dll. Keinginannya ini mendapat dukungan penuh dari suaminya, Fajri Gufran Zainal.

Ia pun mulai memasarkan produk Maharrani Hijab, brand yang diambil dari nama Elsa sendiri. Produk yang mementingkan kualitas jahitan, bahan serta desain yang menarik ini segera mendapat sambutan hangat dari pasar yang dibidik Elsa, yaitu kelas menengah yang memiliki penghasilan baik.

Dari usaha yang awalnya hanya dengan satu penjahit, kini berkembang hingga 60 orang yang menjadi team Maharrani Hijab. Dari mulai desain, pemotong, penjahit dan lain-lainnya. Mulai dari tamatan SD hingga sarjana S2 menjadi bagian dari team Maharrani Hijab.

Visi dan Misi Maharrani Hijab

Memberdayakan ibu-ibu rumah tangga dengan menjahit (Foto : Elsa M)

Setiap usaha pastilah memiliki tantangan tersendiri. Pun demikian dengan Elsa. Sebagai wirausahawati muda, ibu dari Faguza Abdullah dan Anisa Dini Zakiyah ini pun menghadapi berbagai kendala dalam mengembangkan bisnisnya. Beruntung Elsa memiliki suami yang selalu mensuport, bahkan turut membangun konsep usaha yang dimiliki Elsa.

“Setiap ada kendala,  saya kembalikan ke misi dan visi utama, yaitu menjadi manusia yang bermanfaat bagi banyak orang. Jadi kalau ada masalah, ya kembalikan lagi ke visi utama tadi yaitu Alloh,” tuturnya pada penulis.

Diawali dengan visi dan misi ini, Elsa kemudian menggerakkan ibu-ibu rumah tangga di sekitar rumahnya untuk menjadi mitranya. Ibu-ibu rumah tangga yang  bisa menjahit, namun  tidak berpenghasilan tetap mulai tertarik untuk menjadi mitra penjahit.

Dengan menjadi mitra jahit,  mereka menerima orderan menjahit yang diberikan Elsa dan bisa dikerjakan di rumah. Selain bisa mengerjakan orderan di sela waktu luang,  juga memiliki kesempatan mendapatkan penghasilan yang lumayan, bahkan bisa di atas UMR Kota Padang, sesuai dengan banyaknya baju yang bisa mereka jahit setiap harinya.

Sementara ibu-ibu yang tidak memiliki kemampuan menjahit, pelan-pelan mulai tertarik untuk belajar menjahit. Ketekunan mereka akan membuat kemampuan mereka meningkat dengan sendirinya, sehingga bisa menjadi mitra jahit.

Untuk menentukan kualitas dan kelayakan hasil jahitan mereka, Elsa turun tangan langsung mengecek dan memutuskan, apakah  mereka sudah bisa atau belum, menerima orderan menjahit gamis, mukena, hijab dan aneka produk Maharrani Hijab.

Wirausaha yang ditekuni Elsa ini membawa perubahan positif bagi lingkungan di sekitarnya. Terutama di masa pandemi lalu, saat banyak tulang punggung yang kehilangan pekerjaan, namun orderan menjahit meningkat. Otomatis menambah pemasukan bagi keluarga mitra jahit.

Produk Maharrani Hijab dengan desain-desain cantik dan bahan pilihan ini tidak hanya digemari di berbagai wilayah di Indonesia, melainkan juga diminati di negeri jihan, Malaysia.

Perubahan yang Elsa bawa menjadi angin segar yang menumbuhkan harapan masyarakat di sekitarnya. Kampung tempat Elsa berdiam kini dikenal sebagai Kampung Menjahit Maharrani.

Gerakan Sosial Maharrani Hijab

 

Gerakan sosial Maharrani bersama PT Astra Internasional (Foto : Elsa M)

Selain meningkatkan ekonomi masyarakat, Elsa juga memfasilitasi teamnya, terutama ibu-ibu,dengan mengadakan pelayanan kesehatan khusus ibu dan perempuan secara gratis.

Menyadari kebutuhan jasmani saja tidaklah cukup, secara rutin Elsa juga mengadakan pengajian-pengajian di rumahnya untuk meningkatkan kualitas ruhiyah mitranya.

Kegiatan sosial yang dilakukan Elsa tidak sebatas di lingkungan rumahnya saja, melainkan juga dengan mendirikan Rumah Quran Serambi Minang yang setidaknya menampung 200 santri mulai dari anak-anak hingga mahasiswa.

Menariknya, Elsa tidak hanya tergerak untuk memberdayakan ibu-ibu rumah tangga di sekitarnya, ia pun melangkah lebih jauh dengan merangkul kaum yang terbuang, yakni narapidana yang tengah menjalani masa hukuman.

Elsa ingin membangkitkan kembali harapan para narapidana dan mengembalikan harga diri mereka agar bisa bangkit saat kembalike tengah masyarakat dengan memberikan pekerjaan membuat pouch atau tas produk Maharrani dan masker.

Harapan Elsa, seiring meningkatnya omset penjualan MaharraniHijab, semakin banyak pula pouch-pouch yang dihasilkan narapidana, dan meningkat pula rasa percaya diri dan penghasilan mereka.

Atas dedikasinya ini, tidak heran jika Elsa mendapatkan berbagai penghargaan. Salah satunya meraih penghargaan SATU Indonesia Awards 2020. Sebagai bentuk apresiasi PT ASTRA Internasional bagi sosok-sosok muda yang gigih membawa perubahan positif bagi masyarakat di sekitarnya.

Barakallah, Kak Elsa.... Semoga Allah memberkahi rezekimu dan melapangkan urusan dunia dan akhiratmu. Aamiin...

 

 

Minggu, 15 Oktober 2023

Alvinia Christiany,dkk Membangun Jembatan Asa bagi Anak Autis

Alvinia Christiany, Membangun jembatan asa bagi anak autis (Foto : IG Teman Autis)

 

Minimnya informasi tentang autis di awal tahun 2000-an,  membuat saya memantapkan hati membawa Rofa  ke klinik tumbuh kembang di kota. Menempuh jarak yang lumayan jauh, demi mengikis kekhawatiran bahwa anak saya menderita autis.

Kekhawatiran ini muncul melihat tumbuh kembang si adik yang berbeda dengan kedua kakaknya. Ia tak mau bicara, enggan menatap mata orang yang diajak bicara, selalu menyendiri dan menyusun mobil-mobilan dengan urutan yang teratur. Ia seolah memiliki dunia sendiri dan nyaman berada di dalamnya.

Setelah konsultasi dengan dua dokter spesialis dan psikolog, alhamdulillah, ternyata anak saya hanya mengalami keterlambatan bicara, delay speech. Bukan autis, seperti kekhawatiran saya. Namun demikian, Rofa tetap harus menjalani terapi wicara.

Untuk mengejar ketinggalan tumbuh kembangnya, secara rutin saya membawa Rofa ke klinik tumbuh kembang dua kali dalam sepekan untuk menjalani terapi wicara dan terapi motorik. Di klinik itulah saya melihat langsung anak-anak yang menderita autisme.

Anak-anak yang fisiknya tumbuh pesat namun terjebak dalam dunianya sendiri. Tak mau bicara, tak mau berinteraksi dengan anak-anak lainnya dan sering tantrum saat merasa terganggu atau keinginannya tak dipenuhi.

Tidak sedikit anak-anak penyandang autisme juga merupakan anak-anak down syndrome. Kondisi inilah yang menyulitkan anak-anak itu tumbuh dan berkembang. Butuh waktu yang sangat panjang hanya untuk sebuah pencapaian kecil.

Anak-anak yang menjalani terapi di klinik tumbuh kembang hanyalah sedikit dari sekian banyak penyandang autisme yang berada di tengah masyarakat. Mereka beruntung memiliki orangtua yang peduli pada proses tumbuh kembang anaknya.

Bukan hanya memiliki kepedulian, orangtua mereka juga MAMPU  secara materi, mengeluarkan biaya untuk menjalani terapi-terapi yang tidak murah dalam waktu yang panjang.

Sayangnya, jauh lebih banyak anak-anak penyandang autisme yang tidak mendapatkan kasih sayang dari lingkungan terdekat,  sarana terapi yang dibutuhkan. Alih-alih dipedulikan, anak-anak autisme tumbuh tersisih di masyarakat dan dianggap memiliki gangguan jiwa.

Padahal, autisme merupakan gangguan neurologis, bukan penyakit. Dengan kebutuhan dan penanganan yang berbeda-beda. Namun, masyarakat cenderung melekatkan stigma negatif bagi penyandang autisme.

Stigma buruk ini terus tumbuh di tengah masyarakat. Tak jarang autis menjadi istilah untuk meledek orang lain. “Dasar autis!” “Autis lu, gak mau gaul.” Dsb.

Kondisi ini menumbuhkan rasa prihatin dalam diri Alvinia Christiany, Ratih Hadiwinoto, dan Jessica Christina. Mereka ingin mengubah stigma buruk yang terlanjur melekat pada anak-anak penyandang autisme dengan memberikan informasi yang benar pada masyarakat tentang autisme.

Light It Up Project

Light It Up Fun Walk di Car Free Day Sudirman (Foto : IG Teman Autis)

 

Untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat, mereka membentuk komunitas Light It Up Project, dan menggelar dua kegiatan yaitu  Light It Up Fun Walk yang diadakan tanggal 30 Juli 2017 di Car Free Day Sudirman, dan Light It Up Gathering tanggal 10 Maret 2018 di Jakarta Selatan.

Meski harus merogoh kocek sendiri untuk pendanaan kegiatan komunitas, Alvinia dan teman-teman merasa terhibur melihat antusias masyarakat saat kegiatan itu berlangsung dan menumbuhkan harapan besar bagi Alvinia dkk.

Untuk memberikan kontribusi yang lebih besar dan nyata bagi penyandang autisme, Ratih yang menggagas Light It Up Project  menyusun ulang konsep komunitas, sehingga lahirlah  Teman Autis pada tahun 2018 dengan misi, visi dan kontribusi yang lebih jelas bagi masyarakat luas.

Teman Autis Menjalin Mitra dengan Berbagai Lembaga

 

Teman Autis bermitra dengan banyak lembaga  (Foto : IG Teman Autis)

Lahirnya Teman Autis ini menjadi jembatan komunikasi dan jalur informasi terintegrasi  yang tepercaya terkait autisme. Baik bagi orang tua dan pendamping anak autis, juga para ahli di bidangnya.

Teman Autis hadir dalam wujud website di alamat www.temanautis.com yang menyajikan berbagai informasi tepercaya tentang autisme.  Melalui website ini diharapkan masyarakat Indonesia, khususnya orang tua dan pendamping anak autis semakin meningkat kesadaran dan kepedulian terhadap autis.

Dalam perkembangannya, Teman Autis tidak saja menyajikan informasi mengenai autisme, melainkan juga memberikan dukungan dengan cara memberikan pelayanan diagnosa autisme dan konseling daring. Salah satunya dengan menyediakan platform yang mempertemukan klinik/fasilitas penunjang dengan orang tua dan anak autis.

Saat ini ada kurang lebih 100 lembaga yang menjadi mitra Teman Autis dan informasinya ditampilkan di website.  Mulai dari sekolah,tempat terapi, klinik dan komunitas yang menerima penangan anak autis.

Teman Autis, Jembatan bagi Orangtua dan Tenaga Ahli

 

Teman Autis membangun asa anak autis (Foto : IG Teman Autis)

Kehadiran Teman Autis ini tentunya memudahkan orang tua yang memiliki anak autis untuk memilih lokasi tempat terapi terdekat dari rumahnya, dan melakukan konseling daring dengan tenaga ahli di bidangnya.

Dengan adanya fasilitas konseling daring yang dikembangkan oleh Teman Autis, orangtua dan ahli dapat berkomunikasi terkait penanganan anak autis untuk mendapatkan informasi dan solusi yang dibutuhkan secara tepat dan cepat.

Untuk memudahkan masyarakat luas mencari informasi dan kegiatan-kegiatan yang sesuai dengan proses tumbuh kembang buah hatinya, Teman Autis hadir di Instagram dengan akun @Teman Autis.

Meraih SATU Indonesia Award 2022

 

Alvinia Christiany, meraih penghargaan SATU Indonesia Awards 2022 (Foto : ASTRA)

Kontribusi  Alvinia, dkk  dalam mengubah stigma negatif anak-anak autis di masyarakat mendapat perhatian dari PT Astra Internasional dengan memberikan penghargaan SATU Indonesia Award 2022. Penghargaan ini diberikan bagi kaum muda, baik secara pribadi maupun kelompok,  yang membawa perubahan yang lebih baik bagi masyarakat, bangsa dan negara.

Alvinia berharap dengan penghargaan yang berikan ini memudahkan Teman Autis menjalin kerjasama dan berkolaborasi dengan banyak mitra di seluruh Indonesia, sehingga bisa memberi manfaat dan menjangkau seluas-luasnya masyarakat.

Diharapkan dengan kolaborasi yang terjalin, anak-anak autis bisa tumbuh dan berkembang secara maksimal bersama orang tua atau pendampingnya. Dan kesadaran masyarakat tentang autisme tersebar ke seluruh lapisan masyarakat.

Good Job, Alviani!

 

 

 

.

Museum Geologi Bandung, Wisata Edukasi Murah Meriah

Museum Geologi Bandung, wisata edukasi murah meriah (dok.pri) Liburan  paling asyik jika diisi dengan acara jalan-jalan bareng keluarga. Ngg...