Kamis, 05 Oktober 2023

Triana Rahmawati, Pendamping Orang Dengan Masalah Kejiwaan

Triana Rahmawati, Pendamping Orang Dengan Masalah Kejiwaan  (Foto : IG Triana Rahmawati)

 

Tak mudah menjalani hidup menjadi orang dengan masalah kejiwaan (ODMK). Stigma buruk yang melekat, membuat mereka tersisih dalam kehidupan. Mereka layaknya sampah yang mengganggu pemandangan. Kondisi ini membuat Triana Rahmawati prihatin.  

Dalam sebuah wawancara bersama Republika, Jumat (6/1/2023), ia menyebutkan, bahwa sebagai anak sosiologi, yang berdekatan dengan rumah sakit jiwa dan tempat-tempat rehabilitasi, muncul keinginan dari dalam hatinya untuk berkontribusi bagi orang lain, sebagai orang yang belajar sosiologi.

Gadis kelahiran Palembang, 15 Juli 1992 ini  amat menyadari, ia tidak mungkin mewujudkan keinginannya untuk berbagi kasih dan kepedulian kepada ODMK seorang diri, hasilnya tidak akan maksimal. Maka ia pun bersama teman-temannya memulainya dengan mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa-Pengabdian Masyarakat UNS.

Mereka mengabdi pada Griya PMI dan menginisiasi untuk melakukan pendampingan ODMK. Sepekan 3-4 kali mereka mengunjungi dan berinteraksi dengan ODMK di Griya PMI. Mulanya hanya 10 relawan yang terlibat, jumlah itu terus bertambah, sehingga menjadi 50 relawan yang bergabung untuk mendampingi ODMK.

Mendirikan Griya Schizofren

 

Peduli ODMK dengan memberikan pendampingan (Foto: IG Triana Rahmawati)

Hingga akhirnya, pada Oktober 2014, Tria dan teman-temannya mendirikan Griya Schizofren, sebagai oase bagi penderita ODMK di tengah ketidakpedulian masyarakat terhadap keberadaan mereka.

Griya Schizofren, lahir dari kegelisahannya melihat kenyataan semakin meningginya angka orang yang mengalami gangguan kejiwaan, namun tidak diimbangi dengan meningkatnya kepedulian masyarakat, bahkan keluarga, terhadap ODMK.

Griya adalah sebuah wadah atau  rumah bagi pemuda atau relawan  yang memiliki kepedulian terhadap orang-orang yang hidup dengan gangguan kejiwaan. Sedangkan Schizofren merupakan singkatan Social, Humanity and Friendly.

Dengan mendirikan Griya Schizofren ini, Tria, dkk,  memberikan ruang interaksi untuk masyarakat di luar ODMK  dengan ODMK. Menjadi sarana bagi orang-orang, terlebih pemuda, untuk memberikan perhatian dan kasih sayang yang tulus kepada ODMK.

Ia amat memahami stigma negatif yang melekat pada ODMK, dan menganggap mereka gila. Mengedukasi masyarakat sebagai salah satu gerakan kepedulian yang dilakukan Tria, agar masyarakat lebih terbuka dan peduli terhadap ODMK di sekitar mereka.

“ODMK dengan masalah kejiwaan apa pun, mereka hanya butuh ditemani,” ujarnya. Bahkan ada satu keluarga yang menitipkan anggota keluarganya yang ODMK, hanya agar ODMK tersebut bisa beraktivitas dan memiliki teman. Agar kesehatan mental penderita ODMK dapat berangsur membaik.

Bagi Tria, mendampingi para ODMK merupakan panggilan hati. Selain itu membutuhkan kesabaran dan keikhlasan tersendiri. Sejauh ini, sudah ada 200 ODMK yang terjaring, baik dari dalam maupun luar kota Solo. Banyaknya jumlah ODMK ini tentunya memerlukan relawan pendamping dalam jumlah yang berimbang.

Pendampingan ini dilakukan dengan mengadakan kegiatan di antaranya dengan melakukan aktivitas mengobrol,bernyanyi, menggambar, origami, sholat berjamaah, atau berbuka puasa saat Ramadhan.

Peran Pemuda bagi ODMK

 

Triana Rahmawati, mendampingi ODMK (Foto : IG Triana Rahmawati)

Griya Schizofren merangkul berbagai kalangan, khususnya pemuda untuk turut berpartisipasi dalam kepedulian terhadap sesama ini. Karena ada tiga poin penting yang dimiliki oleh para pemuda agar bisa membawa perubahan yang lebih baik bagi lingkungan, masyarakat dan negara.

Tiga poin penting yang dimiliki para pemuda, yaitu :

Bio power

Dengan memiliki  bio power  ini pemuda bisa terus bergerak, berinovasi, berkontribusi dan berdaya guna.

Self leadership

Pemuda harus mau berjalan, menjadi penggerak dan memimpin

Skill adaptif

Pemuda memiliki kemampuan beradaptasi yang baik sehingga bisa berkembang dan menciptakan peluang-peluang yang lebih baik untuk masa depan.

Seiring waktu, gerakan kepedulian terhadap ODMK Tria memberikan dampak positif yang signifikan terhadap lingkungan. Maka tak heran ia pun terpilih sebagai salah satu peraih penghargaan  Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards 2017.

Penghargaan ini merupakan salah satu bentuk apresiasi PT Astra Internasional, untuk generasi muda, baik individu maupun kelompok, yang memiliki kepeloporan dan melakukan perubahan untuk berbagi dengan masyarakat sekitarnya di berbagai bidang.

Seperti bidang Kesehatan, Pendidikan,Lingkungan, Kewirausahaan, dan Teknologi, serta satu kategori kelompok yang mewakili lima bidang tersebut.

Selamat Tria...

Teruslah berbagi kasih dan peduli. Teruslah bergerak dan menginspirasi!

 

Referensi :

republika.com

SATU Indonesia

Sabtu, 30 September 2023

SRI IRDAYATI, Mencetak Generasi Milyuner Masa Depan

 

Sri Irdayati, mencetak generasi milyuner masa depan (Foto : viva.co.id)

Jika ada orang yang terinspirasi dari salah satu tokoh kartun, maka salah satu diantaranya adalah Sri Irdayati. Sumber inspirasinya adalah Richie Rich, tokoh kartun anak kaya raya putra milyuner Amerika Serikat yang cerdas mengelola saham, namun tak kehilangan masa kanak-kanaknya. 

Ketika itu, sebagai mahasiswa Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah, ia pun menyadari bahwa status suatu negara di mata dunia tergantung kepada kondisi ekonomi masyarakat di negara tersebut. Negara disebut maju, atau tertinggal, tergantung pendapatan perkapita masyarakatnya. 

Kondisi ini tentu tak lepas dari perkembangan dunia usaha. Semakin banyak peluang usaha yang tercipta, maka kondisi ekonomi masyarakat akan semakin membaik. Yang menjadi tantangan, apakah masyarakat siap meraih atau, bahkan, menciptakan peluang bisnis? 

Menurut Irda, demikian perempuan kelahiran Pemangkat, 6 Juli 1985 ini disebut, masa kanak-kanak merupakan masa yang tepat untuk mengenalkan dunia usaha kepada anak. Dengan mengenal dunia usaha sejak dini, anak akan berkembang menjadi pribadi yang mandiri, tidak tergantung kepada sempitnya lapangan kerja yang tersedia kelak. 

Maka ia pun mulai mengenalkan dan menawarkan program pendidikan kewirausahaan pada sekolah-sekolah dasar, namun sayangnya hampir seluruh sekolah menolak program tersebut. Dengan alasan, bahwa anak-anak belum pantas mengenal bisnis, dan harus fokus belajar, agar tidak menjadi matre. 

Meski demikian Irda menolak untuk menyerah. “Dunia usaha dan manajemen perlu diajarkan meski kepada siswa sekolah dasar,” ujarnya. Ia ingin anak-anak Indonesia lebih percaya diri dan memahami dunia usaha sejak dini. Bersama tiga temannya, Irda membawa konsep dan idenya pada ajang lomba Innovatif Entrepreneurship Challenge pada tahun 2007 yang diadakan di ITB, Bandung. 

Ide mendapat apresiasi dari tim juri hingga meraih juara 1 dan mendapatkan hadiah sebesar 15 juta Berbekal kemenangan tersebut, serta serta surat yang dikeluarkan rektorat UNDIP, Irda dan kawan-kawan semakin giat menawarkan program kewirausahaan ke sekolah-sekolah. 

Dalam pelatihan kewirausahaan pada anak-anak usia sekolah dasar ini, Irda tidak hanya mengenalkan konsep usaha, melainkan melibatkan anak-anak sejak awal merintis usaha.

Sebagai contoh, ketika ia menyiapkan sebuah usaha manik-manik, ia meminta peserta didik untuk membeli bahan, membuat produk, memikirkan strategi pemasaran dan menjual produk tersebut. Selanjutnya menghitung keuntungan dalam neraca keuangan. 

Diskusi-diskusi dalam pelatihan menjadi ajang untuk mengeluarkan ide dan mengajarkan anak didik untuk lebih kritis dan pandai mempertimbangkan penting tidaknya mengeluarkan modal untuk suatu barang. 

Dengan pelatihan di masa kanak-kanak ini, ia berharap anak-anak didiknya akan tumbuh menjadi pebisnis yang tangguh, pantang menyerah dan selalu inovatif. Yang dilakukan Irda adalah mengubah minset satu generasi, yaitu mencetak milyuner-milyuner masa depan yang bermanfaat bagi diri sendiri, keluarga, lingkungan masyarakat sekitar dan negara. 

Ini tentu bukan perjalanan yang mudah dan singkat, melainkan memerlukan waktu yang amat panjang. 

Mencetak Generasi Milyuner Masa Depan

Sri Irdayati, mencetak generasi milyuner masa depan (Foto : SATU Indonesia)

Demi kelangsungan idenya, pasca lulus kuliah, ia memboyong ide tersebut dengan membuka kelas bisnis di rumah kontrakannya bersama suami, yang berlokasi di Kelurahan Kelapa Gading Barat, Kelapa Gading, Jakarta Utara. 

Ia membuka kelas bisnis gratis untuk anak-anak usia sekolah dasar. Agar anak-anak asuhnya bersemangat dan memiliki minset positif, ia pun menggunakan predikat BOS, Bakal Orang Sukses, kepada mereka. 

Dengan bimbingan serta energi positif yang selalu disalurkan pada anak asuh, harapannya kelak membawa kemajuan pada perekonomian bangsa. Meski pun belum terlihat dalam dekat, namun dalam jangka panjang, saat anak-anak asuhnya beranjak dewasa, mereka memiliki kemandirian finansial dan memberikan kontribusi positif bagi masyarakat. 

Adalah hal yang pantas, jika kegigihan Irda mengantarkannya sebagai penerima apresiasi SATU Indonesia Awards 2010. Astra concern terhadap aksi generasi muda yang mampu membawa perubahan menuju hal baik bagi masyarakat sekitarnya. 

Semoga langkah baik Irda menjadi inspirasi bagi kita untuk memberikan kontribusi bagi bangsa dan negara melalui hal-hal baik yang dapat kita lakukan dalam bermasyarakat.

Minggu, 24 September 2023

Ratna Indah Kurniawati, Jangan Ada Kusta di Antara Kita

 

Ratna Indah Kurniawati, jangan ada kusta di antara kita (foto : dok. Ratna Indah) 

Tak seorang pun ingin mengalami penyakit kusta. Penyakit yang disebabkan oleh Mycrobacterium Leprae ini tidak hanya bisa menyebabkan penyitasnya mengalami cacat tubuh, melainkan juga menghancurkan rasa percaya diri dan kesempatan untuk menjalani kehidupan yang normal sebagai manusia.

Sayangnya, penyakit kusta ini banyak menyerang  negara beriklim tropis, termasuk Indonesia. Dari data Kementrian Kesehatan tahun 2012 menunjukkan bahwa masih ada 14 provinsi di Indonesia yang belum berhasil melakukan eliminasi kusta. Di Jawa Timur, misalnya, jumlah kasus kusta baru pada tahun 2012 mencapai angka 4.807 jiwa.

Tingginya angka tersebut salah satunya adalah dikarenakan pola hidup masyarakat yang kurang memperhatikan sanitasi atau kesehatan lingkungan, juga pengabaian masyarakat terhadap gejala awal penyakit kusta.

Bercak pada kulit merupakan gejala awal kusta yang kerap diabaikan. (Foto : dok. Ratna Indah) 


Hal ini dituturkan oleh pakar kesehatan kulit Fakultas Kedokteran UGM, Prof HardyantoSoebono, Sp.KK(K) kepada Liputan Berita Universitas Gajah Mada (26/1/2015), “Kebanyakan datang sudah terlambat, mengalami kecacatan maupun kelumpuhan syaraf. Mereka tidak tahu kalau terkena lepra. Dikira hanya kurap atau panu saja.”

Pada tahap awal kusta memang hanya ditandai dengan munculnya kelainan warna kulit, lalu kulit akan mengalami penonjolan, mati rasa dan mudah terluka, namun tidak mengalami rasa sakit. Pada kondisi lanjut, penyitas kusta bisa mengalami cacat anggota tubuh tanpa mengalami rasa sakit.

Kondisi ini terasa mengerikan, ditambah minimnya informasi yang sampai kepada masyarakat. Sebagai tenaga kesehatan yang bertugas di Puskesmas Grati Pasuruan,  Ratna Indah Kurniawati,  amat memahami stigma buruk dan penolakan masyarakat terhadap penyitas kusta.

“Meski penyebaran kusta melalui pernapasan, namun penularan kusta mengalami masa inkubasi selama 2 tahun. Tergantung daya tahan tubuh. Jika gejala awal langsung diobati, maka penyitas kusta sudah dinyatakan aman.”ujarnya dalam sebuah wawancara di stasiun TV swasta.

Namun, tidak mudah mengubah stigma buruk yang sudah terlanjur melekat di masyarakat. Penyitas kusta tetap dianggap bagian yang harus disingkirkan keberadaannya di tengah masyarakat.

Jangan Ada Kusta di Antara Kita

Ratna Indah Kurniawati mengobati dan memberdayakan penyitas kusta (dok. Ratna Indah) 


Berawal dari rasa prihatin melihat penolakan masyarakat terhadap penyitas kusta, pengucilan keluarga, juga hilangnya rasa percaya diri yang dialami penyitas kusta, membuat Ratna bertekad untuk mengubah kondisi tersebut.

Ratna tidak hanya memberikan penyuluhan kepada masyarakat, baik untuk mencegah, mengenali gejala dini serta mengobati pasien kusta. Ia pun memberikan motivasi, pendampingan, serta memberikan kesempatan untuk mengembangkan potensi diri melalui komunitas Kelompok Perawatan Diri (KPD) yang dibentuknya.

Kegiatan ini tidak berjalan mulus tentunya. Penolakan demi penolakan dialami saat memperjuangkan hak penyitas kusta agar dapat kembali ke tengah masyarakat. Penolakan dari masyarakat terlihat jelas saat Ratna menggunakan fasilitas umum untuk mengadakan pertemuan.  

Penolakan juga datang dari penyitas kusta sendiri, yang sudah terlanjur kehilangan rasa percaya diri. Sikap masyarakat dan stigma yang melekat, membuat mereka malu untuk kembali berbaur. Mereka merasa tidak memiliki nilai di tengah masyarakat.  

Penolakan paling berat bagi Ratna, adalah saat suaminya sendiri, Miftahul Ulum, memintanya memilih antara pekerjaan (sebagai tenaga kesehatan yang bertugas mendampingi penyitas kusta) atau keluarga (karena mengkhawatirkan dua buah hati mereka).

Ratna Indah Kurniawati memberikan informasi kepada masyarakat dalam berbagai kesempatan. (Foto. Dok. Ratna Indah) 


Tanpa mengenal lelah, perempuan kelahiran 23 April 1980 ini melakukan pendekatan dari rumah ke rumah. Juga melalui pengajian dan pertemuan desa, untuk memberikan informasi yang benar tentang kusta yang harus mereka ketahui. Termasuk kepada keluarga dan suaminya sendiri.

Kesabarannya ini membuahkan hasil. Ratna mendapatkan dukungan penuh dari suami untuk tetap berkiprah dan memberikan pendampingan. Bahkan tak segan memberikan fasilitas pendukung agar penyitas kusta dapat kembali bangkit, baik secara mental, maupun ekonomi.

Berdaya secara ekonomi  dan sosial

Ratna Indah Kurniawati, tak lelah mengedukasi masyarakat  tentang penyakit kusta (Foto: dok. Ratna Indah) 


Tingginya angka penyitas kusta di wilayah Grati Pasuruan, menimbulkan masalah tersendiri jika tidak diberikan jalan untuk berdaya. Tercatat pada tahun 2010 saja sebanyak 400 pasien kusta yang ia tangani. Tidak cukup hanya melalui mendampingan untuk mengembalikan kesehatan fisik dan mental, melainkan harus diberi kesempatan untuk berdaya.

Ibu dari dua anak ini pun kemudian memberikan berbagai macam pelatihan. Dari 400 pasien kusta, ada 50 orang yang sudah mentas dan diberdayakan. Mulai dari menjahit, menyulam, ternak jangkrik, ternak ayam, dan kambing.


Bahkan, kini, ada beberapa mantan penderita kusta yang mandiri secara ekonomi dan memiliki mini pom bensin di beberapa tempat.

Kegigihan Ratna memperjuangkan hak penyitas kusta agar berdaya di masyarakat,  mendapat perhatian dari berbagai pihak. Hingga berbagai dukungan datang untuk membantu proses pemberdayaan ini.

Keinginan Ratna sangat sederhana, ia hanya ingin tak ada kusta di antara kita. Agar masyarakat tumbuh dan berkembang dengan iklim yang yang saling mendukung dan berdaya tanpa ada stigma buruk yang membayangi masyarakat.

Maka amat pantas jika Ratna mendapatkan penghargaan bergengsi sebagai Penerima Semangat ASTRA Terpadu Untuk (SATU) Indonesia 2011.

Semangat Ratna, untuk menciptakan hari-hari yang indah, hingga tak ada kusta di antara kita.


Referensi :

https://ugm.ac.id/id/berita/9668-kenali-kusta-sejak-dini/












Senin, 18 September 2023

Amilia Agustin, Ratu Sampah Sekolah

 

Amilia Agustin, Ratu Sampah Sekolah (Foto : instagram @amiliaagustin) 

Menumpuknya sampah di sejumlah titik di Kota Bandung menimbulkan kegelisahan tersendiri bagi seorang remaja berseragam putih biru, Amilia Agustin. Kegelisahan ini pula yang membuatnya tergerak untuk melakukan sesuatu, yang kemudian mengantarkannya menjadi Ratu Sampah Sekolah. 

Tumbuh sebagai mojang Bandung, Ami, demikian nama panggilan remaja kelahiran 20 April 1996 ini, sungguh tak rela jika sampah yang menumpuk, mengubah citra Kota Kembang yang indah menjadi hancur. Namun, kenyataannya itulah yang ditemuinya hampir setiap hari saat berangkat ke sekolah.

Salah satu titik gunungan sampah yang membuatnya prihatin, berada di pusat kota, Tegalega. Tempat dimana Monumen Bandung Lautan Api, ikon kotanya berada. Lokasi yang tak begitu jauh dari sekolahnya saat itu.

Menyadari rasa prihatin saja tidaklah cukup, Ami memutuskan untuk bergerak. “Bergerak itu harus dimulai dari diri sendiri.” Demikian tuturnya menceritakan awal mula tekadnya untuk menciptakan lingkungan yang lebih baik dan sehat.

Bersama komunitasnya, Ami berusaha menciptakan lingkungan sekolah yang lebih baik ( Foto: instagram @amiliaagustin) 

Ketika menyadari bersama-sama akan lebih mudah dan lebih luas manfaatnya, Ami kemudian mengajak teman-temannya untuk sama-sama bergerak dari lingkungan yang terdekat. Yaitu lingkungan sekolah.

Dengan mengajukan proposal Karya Ilmiah Remaja “Go To Zero Waste School” kepada Program Young Changemakers dari Ashoka Indonesia, pelajar kelas 8 ini berharap impiannya untuk menciptakan lingkungan yang bersih akan terwujud.

Proposal itu ternyata disetujui, dengan dana operasional sebesar 2,5 juta Ami bersama teman-temannya di SMPN 11 Bandung,  mulai mengolah limbah menjadi barang yang bermanfaat dengan mengusung tema “Go To Zero Waste School”.

Hal ini tentu tak luput dari dukungan pihak sekolah yang memberikan ruang kreasi dan berdaya bagi anak didiknya, yang memberikan citra positif bagi sekolah, dan menjadi ikon sekolah sehat di Bandung. Ami kemudian mengajak teman-teman di sekolah-sekolah lain untuk menciptakan gerakan peduli lingkungan di sekolah masing-masing,

Ada empat bidang pengelolaan sampah yang dilakukan Ami, dkk. Yaitu :

Pengelolaan Sampah Organik

Tumpukan sampah organik yang mulanya menimbulkan aroma tak sedap, dikelola hingga menjadi pupuk organik yang memiliki daya jual tinggi.

Pengelolaan Sampah Anorganik

Dari sampah anorganik, Ami beserta teman-teman menghasilkan tas dari sampah plastik, atau pot bunga dari karet ban bekas.

Pengelolaan Sampah Tetrapak

Sampah-sampah tetrapak yang tak berfaedah disulap Ami dan kawan-kawan menjadi aneka furnitur hingga atap bergelombang yang tentunya memiliki nilai ekonomis.

Pengelolaan Sampah Kertas

Untuk sampah kertas, Ami dan kawan-kawan mengubahnya menjadi buku dan kertas poster.

Hasil kerja keras Ami, dkk ini membuahkan hasil. Tidak hanya  mendapatkan lingkungan sekolah yang bersih dan sehat, melainkan juga menghasilkan rupiah dengan menggerakkan ekonomi kreatif masyarakat melalui pemberdayaan SDM.

Peduli Sampah, Peduli Lingkungan

Menjadi Ratu Sampah Sekolah, mengkampanyekan lingkungan sekolah yang sehat dan bersih (Foto: instagram @amiliaagustin) 


Tidak berhenti hanya di lingkungan sekolah Ami dan komunitasnya bergerak menyentuh masyarakat luas. Salah satunya dengan memberikan penyuluhan. Pesan-pesan peduli lingkungan pada anak-anak sekolah ini dikemas dengan gaya bercerita yang menarik dengan menggunakan gambar poster bertema lingkungan.

Harapan Ami, anak-anak yang dibimbingnya kelak akan tumbuh menjadi pribadi-pribadi dewasa yang peduli akan lingkungan dan tergerak untuk mengelola sampah pribadi dengan lebih baik.

Upaya yang dilakukan terus-menerus secara konsisten oleh Ami dan komunitasnya baik dalam mengelola sampah ataupun kampaye peduli lingkungan dan peningkatan SDM melalui ekonomi kreatif yang ditawarkannya, membuat remaja itu meraih berbagai penghargaan.

Sebagai salah satu kandidat termuda, Ami berhasil meraih penghargaan yang digagas oleh ASTRA Internasional, Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards 2010.

Amilia Agustin, terus bergerak memberikan yang terbaik bagi lingkungan. (Foto : instagram @amiliaagustin)

Seolah tak terhentikan, Ami terus bergerak. Ketika menjadi mahasiswa Udayana Bali, Ami memboyong gagasannya dan aktif turun menyapa masyarakat di desa-desa. Baik memberikan penyuluhan, maupun pendampingan agar masyarakat aktif mengelola sampah dan limbah hingga bisa membangkitkan ekonomi kreatif warga setempat.

Maka tak salah, jika Amilia Agustin dinobatkan menjadi Ratu Sampah Sekolah. Sosok muda yang memberikan sumbangsih besar bagi lingkungan dan menggerakkan roda ekonomi. Membuat sampah yang tak sedap dan mengganggu lingkungan, menjadi pundi-pundi rupiah dan memiliki nilai ekonomis, bermula dari lingkungan sekolah.

Rabu, 13 September 2023

Bidan Rosmiati, Sentuhan Dari Langit di Indragiri Hilir

Sentuhan Bidan Rosmiati menguatkan jiwa ibu hamil. (Foto : dok. Astra) 


Mendampingi ibu hamil, membantu proses melahirkan hingga memberikan pelayanan kesehatan bagi ibu dan anak merupakan pilihan yang diambil Rosmiati sejak belia. Perjuangan dan kegigihannya menyelamatkan nyawa, kelak mengantarkannya menjadi salah satu penerima penghargaan dari ASTRA Internasional.

Usai menjalani pendidikan D3 di Akademi Kebidanan Padang tahun 2007, Rosmiati  ditugaskan ke daerah terpencil di Indragiri Hilir. Tepatnya di Puskesmas Pembantu Desa Tunggal Rahayu Jaya, kecamatan Teluk  Belengkong di kabupaten Indragiri Hilir.

Bidan Rosmiati, Sentuhan Dari Langit

Menyusuri sungai mengantarkan ibu hamil ke RSUD Indragiri Hilir (Foto : dok. Astra) 


Sebagai tenaga medis di daerah yang terisolir, perempuan kelahiran Riau, 27 Oktober 1984 ini, mau tidak mau, berhadapan dengan medan yang sulit. Tak jarang ia harus membelah hutan dan menyusuri sungai-sungai panjang untuk membantu proses kelahiran seorang anak manusia. 

Kurangnya fasilitas kesehatan tak menyurutkan semangatnya untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat, khususnya bagi ibu dan anak. Termasuk memberikan edukasi pentingnya menjaga kesehatan  dan kehamilan di wilayah yang tingkat kehamilannya cukup rapat dan tinggi ini. 

Hal ini sejalan dengan SK Menkes Nomor 284/Menkes/SK/III/2004, bahwa untuk menunjang kesehatan ibu dan anak diperlukan media komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) dan pencatatan efektif dan efisien. 

Untuk itu, Kementrian Kesehatan menetapkan bahwa buku kesehatan ibu dan anak (KIA) menjadi satu-satunya alat pencatatan pelayanan kesehatan ibu dan anak sejak hamil, melahirkan dan selama nifas hingga bayi yang dilahirkan berusia 5 tahun. Termasuk pemberian gizi, memantau tumbuh kembang anak, pelayanan imunisasi dan KB.

Posyandu untuk pemberian imunisasi, pelayanan KB dan penyuluhan kesehatan. (Foto : dok. Astra) 

Menimbang bayi untuk mengetahui tumbuh kembang anak. (Foto : dok. Astra) 


"Untuk ukuran desa kecil, angka kematian satu jiwa saja sudah besar,"ungkapnya. Desa tempatnya bertugas ada sekitar 1.030 jiwa penduduk. Sehingga pelayanan kesehatan masyarakat menjadi tanggung jawab Bidan Rosmiati.

Dalam menjalankan tugas, Bidan Rosmiati secara totalitas terjun langsung dari awal hingga akhir proses melahirkan. Tak jarang turut serta membelah hutan, dan sungai beserta rombongan pengantar. Sepanjang jalan Bidan Rosmiati mendampingi, menyalurkan semangat dan menguatkan ibu hamil dengan sentuhannya. 

Kondisi ini semakin parah dengan aliran listrik yang tidak menyala selama 24 jam setiap hari. Bidan Rosmiati harus betul-betul piawai menyikapi kondisi di lapangan agar bisa memberikan yang terbaik bagi masyarakatnya.

Lahirnya Sebuah Gagasan

Perahu menjadi sarana penting untuk mendapatkan akses kesehatan ibu hamil. (Foto : dok. Astra) 

Banyak kasus ekstrem yang dialami Bidan Rosmiati di awal masa bertugas, namun salah satu yang menimbulkan kesan mendalam adalah saat membantu proses melahirkan di pedalaman kebun sawit. 

"Kasus itu terjadi di kecamatan tetangga. Tapi, karena bidan desanya kosong, saya diminta menolong kelahiran perempuan itu,"  ujar Rosmiati seperti yang dikutip Radar Pekanbaru, Rabu, 21 Desember 2016.

Rosmiati juga menjelaskan untuk sampai ke lokasi pasien, ia diantar menggunakan motor dengan kondisi jalan yang bergelombang, hingga tersesat berkali-kali di tengah hutan. Setelah sampai di lokasi,ternyata ari-ari bayi sudah enam jam keluar dari rahim ibunya.

Kondisi ini menimbulkan pendarahan yang hebat, meski pun bayi berhasil dikeluarkan, namun kondisi ibu masih kritis. Hal ini mendorong Rosmiati untuk merujuk pasien ke RSUD Pemkab Indragiri Hilir. Ini pilihan yang sulit, karena proses evakuasi akan berjalan secara manual dan memakan waktu yang lama.

Dengan menggunakan tandu yang digotong warga, rombongan menuju bibir sungai untuk kemudian dipindahkan ke dalam perahu menuju RSUD Indragiri Hilir. Perjalanan menyeberang menempuh aliran deras sungai yang dalam ini membutuhkan waktu lebih dari empat jam, hingga pasien kehilangan nyawa akibat kehabisan darah selama perjalanan.

Kasus itu menjadi pelajaran yang amat berharga bagi Rosmiati. Ibu dari Risqi Astra Nugraha ini pun kemudian memikirkan solusi yang efektif untuk mengatasi kendala yang dihadapi di lapangan.

Ia paham, berada di daerah yang dikelilingi sungai, ketersediaan perahu adalah hal yang wajib untuk mengatasi kondisi kelahiran yang tak biasa. Kendalanya, tidak semua pasien mampu menyewa perahu.

Untuk menyewa perahu membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Hal itu amat berat bagi masyarakat di desa terpencil dengan kondisi ekonomi yang terbatas.

Rosmiati kemudian mencetuskan idenya untuk menggalang dana kesehatan. Berupa iuran wajib sebesar 2 ribu per kepala keluarga setiap bulan. Dana yang terkumpul diberikan kepada warga yang bersalin. 

Besarnya sekitar 500 ribu jika proses kelahiran berlangsung normal dan baik-baik saja. Adapun untuk warga yang dirujuk ke RSUD, besaran dana kesehatan yang diberikan sebesar 1 juta.

Selain itu, Rosmiati juga menggagas tabungan Ibu Bersalin, yang nominalnya tidak ditentukan dan bersifat tidak wajib. Tabungan ini sangat bermanfaat untuk mempersiapkan kelahiran dan akan dikembalikan ke pasien secara utuh tanpa potongan apa pun.

Dengan semangat menabung, Rosmiati berharap, pasiennya  dapat mempersiapkan kelahiran dengan lebih baik. Jika harus dirujuk, setidaknya ketersediaan dana akan memudahkan pasien menyewa perahu saat tak ada perahu atau speedboat ambulan singgah di desanya. 

Bahagia membantu proses kelahiran seorang anak. (Foto : dok. Astra) 


Gagasan inilah yang mengantarkan Rosmiati menjadi salah satu penerima penghargaan SATU Indonesia Awards 2012 yang digagas ASTRA Internasional. Sebagai salah satu apresiasi kepada generasi muda yang memiliki prestasi di bidang kesehatan, pendidikan, lingkungan, tehnologi dan kewiraausahaan.

Dengan rasa cinta yang mendalam kepada masyarakat, Bidan Rosmiati menggunakan hadiah yang diperolehnya untuk melengkapi fasilitas kesehatan di tempat tugasnya. Harapannya masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih baik dari sebelumnya.

Baraakallah Bu Bidan Ros, semoga kebaikan dan berkah tercurah untukmu. Aamiin...

Bidan Rosmiati (Foto : dok. Astra) 


Disclaimer : foto-foto diambil dari video dokumentasi Astra yang diunggah di fb, klik link berikut : Semangat Astra Terpadu


Museum Geologi Bandung, Wisata Edukasi Murah Meriah

Museum Geologi Bandung, wisata edukasi murah meriah (dok.pri) Liburan  paling asyik jika diisi dengan acara jalan-jalan bareng keluarga. Ngg...