Tampilkan postingan dengan label Aktivitas Tanpa Batas. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Aktivitas Tanpa Batas. Tampilkan semua postingan

Jumat, 28 Oktober 2022

Butuh Healing? Yuk, Menulis...

 

Menulis salah satu cara healing yang efektif (Foto : Fixabay)

Sekarang semakin banyak orang yang menyadari bahwa menulis bisa menjadi salah satu proses healing. Healing dalam arti yang sebenarnya ya, bukan seperti yang sedang nge-tren saat ini. Yup, healing dalam pengertian yang sebenarnya adalah sebuah proses penyembuhan luka batin yang bisa mengganggu emosi seseorang.

Setiap orang tentu memiliki luka batin yang berbeda dalam jangka yang cukup lama. Tidak terkecuali saya. Pengalaman-pengalaman buruk di masa lalu dan tidak memiliki kesempatan untuk mengungkapkan perasaan disakiti, biasanya akan menjadi luka batin yang terus menumpuk seiring perjalanan waktu. Kondisi seperti ini jika dibiarkan tentu akan memengaruhi aktivitas keseharian saya.

Orang-orang yang memiliki luka batin yang dalam cenderung lebih sensitif, sering berpikiran negatif, sulit memberi maaf dan percaya pada orang lain, dan cenderung untuk bersikap cuek  pada lingkungan sekitarnya.

Namun jangan khawatir, ada banyak cara untuk menyembuhkan luka batin ini, salah satunya dengan cara menulis. Menulis bisa menjadi terapi yang efektif untuk proses healing. Sebab ketika menulis, orang akan mengeluarkan seluruh perasaan, baik rasa sedih, kecewa, termasuk mengeluarkan racun-racun yang mengendap di dasar jiwanya.

Sebagai blogger, saya tentu lebih mudah melakukan self healing melalui tulisan. Banyak  peristiwa  dalam kehidupan ini yang bisa membuat kita merasa kecewa, sedih dan marah. Perasaan itu akan larut dengan sendirinya, jika kita mulai menuangkannya dalam bentuk tulisan.

Tulisan-tulisan itu memang bisa menjadi jejak bahwa kita pernah berada di titik yang mengecewakan, pernah disakiti. Namun bersamaan dengan menulis kita, tanpa sadar kita telah meluangkan waktu untuk melakukan hal beberapa hal penting yang bisa menyembuhkan luka batin itu.

Proses Healing Yang Terjadi Selama Menulis

1.      Me Time

Dalam keseharian, menulis menjadi  me time yang spesial dan paling saya sukai. Karena menulis memberi kesempatan untuk bicara pada diri sendiri, meluahkan   perasaan, emosi dan lain-lain.

2.      Mengelola Pikiran

Dengan menulis, secara otomatis kita akan mengelola pikiran dan perasaan hingga lingkungan yang ada pada diri kita. Memilah-milah emosi dan energi mana yang perlu disimpan atau dibuang. Jika menulis menjadi sebuah kebiasaan, tentu kita menjadi pribadi yang jauh lebih tenang, dan berpikir positif.

3.      Memaafkan diri sendiri

Memaafkan diri sendiri atas kondisi di masa lalu yang tak bisa kita ubah, merupakan proses paling penting dalam healing. Meski tidak mudah, namun setelah menumpahkan perasaan melalui tulisan, pelan-pelan kita akan menyadari, bahwa memaafkan itu membuat dada terasa lega. Semua menjadi lebih mudah saat kita memaafkan diri sendiri. Karena memaafkan itu menyembuhkan.

4.      Melakukan kegiatan positif

Banyak manfaat yang didapat dari menulis. Sebagai seorang blogger, selain bisa untuk self healing, menulis membuat kita bisa menyebar manfaat melalui tulisan-tulisan baik. Menginformasikan hal-hal yang berguna bagi orang lain.

5.      Memaknai masa lalu

Menulis tak bisa lepas dari proses mengingat informasi-informasi yang tersimpan di masa lalu. Tak jarang membuat kita mengubah pola pikir dan pandangan terhadap masa lalu. Bahwa tidak semua hal buruk di masa lalu betul-betul buruk. Selalu ada sisi positif dari segala hal. Bukankah apa yang tidak bisa membunuhmu, hanya akan membuatmu lebih kuat?

6.      Penghasilan tambahan

Satu hal yang tak kalah penting, menulis berarti membuka peluang untuk mendapatkan penghasilan tambahan.  Ini salah satu hal yang mendorong saya untuk menulis. Baik di blog pribadi maupun di media sosial.

Selain untuk bersenang-senang, menulis hal-hal baik akan membentuk  personal branding saya sebagai blogger, sekaligus menyehatkan jiwa dan menambah peluang pemasukan. Menulis membuat hidup menjadi lebih mudah untuk dijalani.

Jadi, apakah Anda tertarik untuk menulis atau menjadi blogger? Jangan lupa pilihlah internet provider yang mendukung aktivitas menulis, seperti IndiHome, misalnya.

Selasa, 12 Juli 2022

Bisnis Kuliner Online, Solusi Tepat di Masa Sulit

 

Bisnis kuliner online perlu jaringan internet yang kuat (Foto : Fixabay)

Tak ada yang betul-betul buruk sebetulnya dalam kehidupan ini. Bahkan pada titik terburuk pun, selalu terselip banyak hikmah dan kebaikan di dalamnya. Kita, hanya, seringkali tidak menyadarinya.

Dua tahun lalu, contohnya, saat wabah Corona menerjang, kondisi keuangan keluarga kami terkoreksi besar-besaran. Kondisi itu bertambah buruk saat anak kedua saya sakit, lalu pergi untuk selamanya. Saya terpukul, pastinya. Tak ada seorang ibu pun yang sanggup ditinggal buah hati yang mendiami puncak hatinya. Anak,  sekaligus sahabat dan harapan di masa depan.

Saya merasa patah hati sejadi-jadinya. Jika bisa berkubang dalam kesedihan, maka itulah yang akan saya lakukan sepanjang hari. Namun, itu sungguh tak adil bagi anak-anak yang lainnya. Bukankah mereka pun sama berharganya? Dan mereka membutuhkan ibu yang sehat dan bahagia. Mau tidak mau, saya harus menyingkirkan air mata di hadapan mereka. Sungguh, itu bukanlah hal yang mudah.

Konon kesibukan seringkali efektif untuk membunuh kesedihan, dan, itulah yang kemudian saya lakukan. Saya harus keluar dari kesedihan sesegera mungkin. Demi kesehatan, demi anak-anak...

Dapur MomaLiza dan Peran Komunitas
Foto cantik dari customer Dapur MomaLiza (Foto : Teh Icha)

Aktivitas apa yang bisa menyibukkan saya di saat PPKM tengah diberlakukan dengan ketat? Ide itu muncul di tengah kondisi yang serba tidak pasti. Namun bukankah peluang itu harus diciptakan? 

Kondisi pandemi yang membuat sebagian orang takut keluar rumah, justru menjadi peluang bisnis bagi saya. Alih-alih berdiam diri di rumah dan terus bersedih hati, saya memilih berbelanja ke pasar untuk mewujudkan ide dengan memulai usaha kuliner. (Ssst, ada yang bilang jika ingin membuka usaha, carilah usaha yang menyangkut kebutuhan hidup sehari-hari, dan saya memutuskan untuk mencoba bisnis kuliner).

Melalui jejaring sosial Facebook, saya menawarkan produk pertama Dapur MomaLiza : Paru Ungkep dengan varian rasa original dan pedas.

Produk pertama Dapur MomaLiza ini mendapat sambutan hangat dari teman-teman Facebook, terutama teman-teman penulis. (Thanks a lot, Guys... ) Dukungan komunitas penulis ini, jujur saja, menjadi bagian penting dalam perjalanan bisnis kuliner saya.

Saya tidak hanya mendapat customer loyal, namun juga mendapatkan promosi-promosi gratis yang mengenalkan produk Dapur MomaLiza ke lingkungan yang lebih luas. (Sekali lagi, terima kasih banyak..., tanpa kalian tak terbayang, bagaimana caranya berdiri tegak di masa sulit).

Dengan dukungan penuh teman-teman penulis, pelan-pelan Dapur MomaLiza mulai menambah varian menu : Paru Aceh, Ayam/Bebek Rica-rica, Ayam/Bebek Ungkep, Sambal Goreng Ati, Beef Teriyaki, dan Goreng Garem menjadi menu yang bisa pesan kapan saja.

Produk Dapur MomaLiza (Foto : Darwan)


Oya, bukan tanpa alasan,  jika saya lebih memilih menu-menu khas daerah. Selain karena rasanya yang kuat dengan rempah-rempah alami, menu-menu tersebut memiliki cita rasa yang khas. Hanya mengandalkan bumbu alami saja,   tanpa tambahan MSG buatan, rasanya sudah sedap.

Untuk menjaga kualitas rasa, saya hanya menggunakan bumbu-bumbu dapur yang segar. Juga bahan-bahan terbaik. Saya tidak pernah main-main soal ini. Contohnya saat membuat Goreng Garem, saya menggunakan minyak goreng yang selalu baru dengan kualitas yang bagus. Saya juga tidak memakai minyak goreng berulang kali, meski sama-sama menggoreng bawang.

Bukan apa-apa. Saya hanya merasa itu hak customer untuk mendapatkan produk terbaik. Tak adil rasanya jika menggunakan minyak bekas untuk menggoreng bawang, padahal mereka membayar dengan harga yang sama.

Goreng Garem by Dapur Momaliza sudah jalan-jalan di Jerman loh (Foto : Pribadi)

Ada satu rahasia kecil yang agaknya perlu saya bagi di sini. Ada yang mau tahu? Atau, mau tahu banget? Hehehe... Ok. Meski nggak ada yang mau tahu, saya tetap mau berbagi kok. Biar nggak jadi rahasia lagi dan bisa diambil hikmahnya.

Bakat atau Kepepet ?

Sejujurnya saya nggak punya bakat memasak. Teman-teman yang kenal saya sejak jaman kuliah pasti tahu banget kedudulan saya di dunia masak. Tapi, ya, saya beruntung punya Mamah yang pintar masak. Meski sering diusir dari dapur (supaya rajin belajar), sedikit-sedikit saya paham tehnik memasak. Mamah pun sering memberi tips masak, meski saya tak tertarik untuk memasak.

Kebisaan saya memasak sebetulnya berkat bantuan internet. Serius lho. Belajar masak  juga dari Youtube. Sesekali –jika lagi rajin-- mencoba resep-resep yang berhamburan di internet. Asalkan mau mencoba, kita bisa memasak menu apa saja. Saya mencoba dari resep-resep yang mudah dan simpel, hingga akhirnya menemukan resep yang pas di lidah keluarga. Jadi, manfaat internet itu terasa banget bagi saya yang sama sekali tidak memiliki ilmu memasak ketika memasuki dunia rumah tangga.

Bayangkanlah, dulu, bagaimana tersiksanya suami saya menghabiskan masakan buatan istrinya yang nggak jelas, sebelum kehadiran IndiHome, Internetnya Indonesia ini. Maksud hati masak semur daging, yang ada rasanya asin, atau masak gulai tapi jadinya aneh. Ya semacam itulah. Bahkan, bapak saya sendiri trauma dan menolak menu kesukaannya setelah mencicipi masakan buatan saya. Hiks. Saking payahnya saya memasak.

Patut disyukuri memang kehadiran IndiHome, yang menjadi salah satu produk dari Telkom Indonesia ini. Internetnya Indonesia dengan jaringan kabelnya yang stabil dan mantap, memudahkan penggunanya mencari berbagai informasi yang dibutuhkan untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan diri saat menghadapi masa-masa sulit penuh tekanan. Mengubah situasi kepepet menjadi duit. Aih, sedap kan?

Jadi, tak bisa memasak bukan berarti tak bisa membangun bisnis kuliner lho. Manfaatkan saja berbagai fasilitas yang ada. Termasuk internet dan jaringan pertemanan di media sosial. Jangan hanya terjebak di mom war-mom war yang tak kunjung selesai. Hidup terlalu berharga untuk dihabiskan dalam perdebatan.

Lebih baik gunakan waktu untuk terus mencari strategi bisnis, syukur-syukur bisa merambah hingga ke mancanegara. Dream banget kan ini?


 

Rabu, 06 Juli 2022

6 Hal Yang Harus Dilakukan Saat Merawat Anak DBD Di Rumah

 

 

Manfaat internet saat merawat anak DBD di rumah (Foto : Fixabay)

Bulan Maret lalu menjadi bulan yang tak terlupakan. Sampai saat ini, mengingatnya saja sudah membuat saya merinding dan bersyukur, bahwa masa-masa ‘mengerikan’ itu-- dengan pertolongan Allah-- akhirnya bisa kami lewati. Alhamdulillah...

Saat itu perumahan kami dan perumahan lain di sekitar, tengah  mengalami wabah demam berdarah. Hampir setiap rumah yang memiliki anak, terserang demam. Jika tidak typhus, hampir dipastikan hasil diagnosis berdasarkan cek darah, terkena wabah demam berdarah yang dibawa oleh nyamuk Aedes Agaepty Dengue.

Tidak pernah ada kejadian seperti ini sebelumnya. Tidak pernah juga terlintas dalam pikiran saya, bahwa anak-anak saya akan mengalami serangan nyamuk ini. Bukan hanya satu-dua orang saja, melainkan 5 anak sekaligus, kecuali si kecil yang lolos dari virus ini karena pertolongan Allah semata, meski tak urung suhu tubuhnya selalu di atas 38 derajat celcius selama 2 pekan.

Melihat kondisi Zidna, yang sudah berhari-hari demam, lemas dan bibir pecah-pecah saya ingin segera membawanya ke rumah sakit, sesuai dengan instruksi dokter saat mengetahui hasil cek darah. Dokter menekankan bahayanya jika membiarkan anak tetap di rumah dengan jumlah trombosit yang turun drastis. Hanya sekitar 100 rb saja hasil cek darah saat itu.

Namun, berbeda dengan keinginan saya, suami menolak keras membawa anak ke rumah sakit. Alasannya, yang sakit tidak hanya satu anak, melainkan semua anak. Bagaimana mungkin keenam anak yang sedang demam tinggi dibawa ke rumah sakit? Siapa yang menjaga mereka di rumah sakit, jika di rumah sakit mereka dapat ruangan yang terpisah? Bagaimana jika ada yang harus dirawat dan ada yang cukup dirawat di rumah?

Ini bukan hanya masalah biaya saja, melainkan juga masalah tenaga. Sesanggup apa kami menjalani aktivitas antara rumah dan rumah sakit. Antara memenuhi kebutuhan yang masih sehat dan mendampingi anak-anak di rumah sakit.

Kami berdebat sengit kala itu, meski akhirnya saya mengikuti keinginan suami untuk merawat semua anak di rumah saja. Tentu dengan pembagian kerja yang jelas, bahwa yang bertanggung jawab merawat semua anak yang sakit adalah suami. Sementara saya cukup membantu sebisanya dan memastikan persediaan logistik, dari makanan hingga obat-obatan terpenuhi.

Keputusan yang diambil suami saya tentu bukan keputusan yang main-main, terlalu berani. Taruhannya adalah nyawa. Kami sudah merasakan luka mendalam ditinggalkan seorang anak, dan itu meninggalkan trauma. Kali ini, sungguh tak ingin ada lagi yang pergi meninggalkan kami.

Keputusan itu bukan tidak berdasar, suami bersikeras memutuskan setelah membaca banyak informasi di internet tentang penangan DBD. Juga dengan memanfaatkan konsultasi medis secara online dengan aplikasi kesehatan via internet. Untuk kondisi tertentu, kita bisa meminta kunjungan dokter dengan bantuan aplikasi kesehatan. Jadi manfaat internet saat merawat anak DBD betul-betul membantu kami melewati masa-masa kritis.  Begitu juga informasi dari teman-teman yang berbagi tips merawat anak DBD di rumah.

Aplikasi kesehatan untuk pendampingan dan konsultasi online (Foto :Alodoc)

Alhamdulillah dengan berbagi peran yang jelas (suami saya terpaksa cuti 10 hari, dan 24 jam nonstop mendampingi anak-anak di rumah), saling dukung dengan pasangan, juga suport dari keluarga dan teman-teman baik berupa materi dan doa, masa-masa sulit itu akhirnya berhasil kami lewati. Tiga pekan yang mendebarkan.

Oya, berikut ini tips yang kami lakukan saat merawat anak DBD di rumah.

Tips Merawat Anak DBD di rumah :

1.      Jangan panik

Jika kondisi tidak memungkinkan merawat anak di rumah sakit, hal pertama yang harus kita lakukan adalah tetap tenang dan tidak panik. Serangan panik akan membuat kita tidak bisa fokus mencari informasi dan membantu anak melewati masa kritisnya dengan baik.

2.      Sediakan turun panas dan cek suhu tubuh secara berkala

 

Pengecekan suhu secara berkala untuk mengetahui kondisi anak (Foto: Fixabay)

Serangan DBD akan membuat anak mengalami demam tinggi, tak jarang akan membuat anak meracau. Ceklah suhu tubuh anak secara berkala, untuk mengetahui kondisi anak setiap saat (suami saya mencek dan mencatat perjam seluruh suhu tubuh anak).

Sediakan paracetamol  yang cukup di rumah untuk menurunkan suhu tubuh anak. Berikan 3-4 kali sehari untuk membantu anak mengurangi efek demam. Kompres dengan air hangat bisa membantu mengurangi demam pada anak.

Hindari pemberian Ibuprofen yang bisa menimbulkan efek samping pada kesehatan lambung anak. Waspadai juga masa-masa kritis anak (biasanya hari ke-5 sampai hari ke-7) saat suhu tubuh mendadak turun. Inilah yang disebut pelana kuda. Biasanya suhu tubuh akan kembali naik tinggi lalu perlahan turun menuju suhu normal.

3.      Pastikan asupan cairan dan makanan yang cukup

Anak yang terserang DBD umumnya malas makan dan minum, maka kita wajib memastikan ada makanan dan cairan yang cukup. Jika perlu dengan memaksa anak untuk tetap makan dan minum, meski sedikit namun sering itu lebih baik daripada tidak sama sekali.

Berilah makanan yang lembut, seperti bubur, bubur susu atau biskuit. Pastikan anak untuk menghabiskan setidaknya 2 liter cairan per hari.

Kita juga bisa memberikan jus jambu merah, larutan penyegar atau cairan pengganti ion tubuh untuk menghindari dehidrasi pada anak.

Madu, salah satu herbal yang sangat dianjurkan untuk membantu meningkatkan daya tahan tubuh anak(Foto : Fixabay)

4.      Sediakan herbal yang cukup

Banyak cara meningkatkan daya tahan tubuh dan jumlah trombosit. Selain jus jambu merah, rebusan daun jambu, rebusan daun ubi, kita juga bisa memberikan anak madu murni, madu angkak, sarikurma, vermin (obat cacing) dan propolis. 

Pilihlah yang paling disukai anak, dan berikan sesering mungkin.

5.      Jangan biarkan anak melakukan aktivitas berlebihan

Anak DBD akan merasakan tubuh yang lemas, sehingga rentan sekali terjatuh. Bila anak jatuh, maka kondisinya akan membahayakan karena memicu pecahnya saluran darah, terutama di bagian vital. Untuk menghindari hal itu, maka anak wajib menjalani bedrest.

Untuk menghindari kebosanan dan jenuh, kami membebaskan anak-anak untuk melakukan kegiatan yang mereka sukai, asal tetap berada di tempat tidur. Selain mewarnai, biasanya  anak-anak memilih menonton film.

IndiHome Interaktif TV bisa jadi pilihan untuk menghindari rasa bosan anak (Foto : IndiHome, Telkom Indonesia)

Memiliki TV Interaktif (UseeTV) sebagai salah satu produk IndiHome, sangat membantu menghilangkan kejenuhan anak-anak. Menonton tayangan menarik membuat anak lupa akan rasa sakit dan rasa bosan karena berada di tempat tidur saja. Maka jangan heran jika IndiHome, sebagai Internetnya Indonesia, menjadi pilihan para orangtua untuk menemani berbagai aktivitas  di rumah. 

Banyak film menarik untuk anak di UseeTV (Foto : IndiHome, Telkom Indonesia)

6.      Dampingi anak selama menjalani masa kritis hingga pemulihan

Mendampingi anak 24 jam selama sakit akan membuat anak merasa disayangi dan diperhatikan, hal ini sangat membantu menaikkan imunitas  anak hingga bisa melewati masa kritis dan masa pemulihan.

Namun hal ini hanya bisa dilakukan dengan adanya kerja sama yang baik antara ayah dan ibu, juga seluruh anggota keluarga. Juga doa yang tak henti dipanjatkan pada Sang Khaliq, Allah Ta’ala.

Demikian pengalaman kami merawat anak-anak saat DBD di rumah. Semoga tulisan ini bermanfaat. Tetap semangat melakukan aktivitas tanpa batas bersama Telkom Indonesia.

 

Museum Geologi Bandung, Wisata Edukasi Murah Meriah

Museum Geologi Bandung, wisata edukasi murah meriah (dok.pri) Liburan  paling asyik jika diisi dengan acara jalan-jalan bareng keluarga. Ngg...