Alvinia Christiany, Membangun jembatan asa bagi anak autis (Foto : IG Teman Autis) |
Minimnya informasi tentang autis di awal tahun 2000-an, membuat saya memantapkan hati membawa Rofa ke klinik tumbuh kembang di kota. Menempuh jarak yang lumayan jauh, demi mengikis kekhawatiran bahwa anak saya menderita autis.
Kekhawatiran ini muncul melihat tumbuh kembang si adik yang berbeda dengan kedua kakaknya. Ia tak mau bicara, enggan menatap mata orang yang diajak bicara, selalu menyendiri dan menyusun mobil-mobilan dengan urutan yang teratur. Ia seolah memiliki dunia sendiri dan nyaman berada di dalamnya.
Setelah konsultasi dengan dua dokter spesialis dan psikolog, alhamdulillah, ternyata anak saya hanya mengalami keterlambatan bicara, delay speech. Bukan autis, seperti kekhawatiran saya. Namun demikian, Rofa tetap harus menjalani terapi wicara.
Untuk mengejar ketinggalan tumbuh kembangnya, secara rutin saya membawa Rofa ke klinik tumbuh kembang dua kali dalam sepekan untuk menjalani terapi wicara dan terapi motorik. Di klinik itulah saya melihat langsung anak-anak yang menderita autisme.
Anak-anak yang fisiknya tumbuh pesat namun terjebak dalam dunianya sendiri. Tak mau bicara, tak mau berinteraksi dengan anak-anak lainnya dan sering tantrum saat merasa terganggu atau keinginannya tak dipenuhi.
Tidak sedikit anak-anak penyandang autisme juga merupakan anak-anak down syndrome. Kondisi inilah yang menyulitkan anak-anak itu tumbuh dan berkembang. Butuh waktu yang sangat panjang hanya untuk sebuah pencapaian kecil.
Anak-anak yang menjalani terapi di klinik tumbuh kembang hanyalah sedikit dari sekian banyak penyandang autisme yang berada di tengah masyarakat. Mereka beruntung memiliki orangtua yang peduli pada proses tumbuh kembang anaknya.
Bukan hanya memiliki kepedulian, orangtua mereka juga MAMPU secara materi, mengeluarkan biaya untuk menjalani terapi-terapi yang tidak murah dalam waktu yang panjang.
Sayangnya, jauh lebih banyak anak-anak penyandang autisme yang tidak mendapatkan kasih sayang dari lingkungan terdekat, sarana terapi yang dibutuhkan. Alih-alih dipedulikan, anak-anak autisme tumbuh tersisih di masyarakat dan dianggap memiliki gangguan jiwa.
Padahal, autisme merupakan gangguan neurologis, bukan penyakit. Dengan kebutuhan dan penanganan yang berbeda-beda. Namun, masyarakat cenderung melekatkan stigma negatif bagi penyandang autisme.
Stigma buruk ini terus tumbuh di tengah masyarakat. Tak jarang autis menjadi istilah untuk meledek orang lain. “Dasar autis!” “Autis lu, gak mau gaul.” Dsb.
Kondisi ini menumbuhkan rasa prihatin dalam diri Alvinia Christiany, Ratih Hadiwinoto, dan Jessica Christina. Mereka ingin mengubah stigma buruk yang terlanjur melekat pada anak-anak penyandang autisme dengan memberikan informasi yang benar pada masyarakat tentang autisme.
Light It Up Project
Light It Up Fun Walk di Car Free Day Sudirman (Foto : IG Teman Autis)
Untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat, mereka membentuk komunitas Light It Up Project, dan menggelar dua kegiatan yaitu Light It Up Fun Walk yang diadakan tanggal 30 Juli 2017 di Car Free Day Sudirman, dan Light It Up Gathering tanggal 10 Maret 2018 di Jakarta Selatan.
Meski harus merogoh kocek sendiri untuk pendanaan kegiatan komunitas, Alvinia dan teman-teman merasa terhibur melihat antusias masyarakat saat kegiatan itu berlangsung dan menumbuhkan harapan besar bagi Alvinia dkk.
Untuk memberikan kontribusi yang lebih besar dan nyata bagi penyandang autisme, Ratih yang menggagas Light It Up Project menyusun ulang konsep komunitas, sehingga lahirlah Teman Autis pada tahun 2018 dengan misi, visi dan kontribusi yang lebih jelas bagi masyarakat luas.
Teman Autis Menjalin Mitra dengan Berbagai Lembaga
Teman Autis bermitra dengan banyak lembaga (Foto : IG Teman Autis) |
Lahirnya Teman Autis ini menjadi jembatan komunikasi dan jalur informasi terintegrasi yang tepercaya terkait autisme. Baik bagi orang tua dan pendamping anak autis, juga para ahli di bidangnya.
Teman Autis hadir dalam wujud website di alamat www.temanautis.com yang menyajikan berbagai informasi tepercaya tentang autisme. Melalui website ini diharapkan masyarakat Indonesia, khususnya orang tua dan pendamping anak autis semakin meningkat kesadaran dan kepedulian terhadap autis.
Dalam perkembangannya, Teman Autis tidak saja menyajikan informasi mengenai autisme, melainkan juga memberikan dukungan dengan cara memberikan pelayanan diagnosa autisme dan konseling daring. Salah satunya dengan menyediakan platform yang mempertemukan klinik/fasilitas penunjang dengan orang tua dan anak autis.
Saat ini ada kurang lebih 100 lembaga yang menjadi mitra Teman Autis dan informasinya ditampilkan di website. Mulai dari sekolah,tempat terapi, klinik dan komunitas yang menerima penangan anak autis.
Teman Autis, Jembatan bagi Orangtua dan Tenaga Ahli
Teman Autis membangun asa anak autis (Foto : IG Teman Autis) |
Kehadiran Teman Autis ini tentunya memudahkan orang tua yang memiliki anak autis untuk memilih lokasi tempat terapi terdekat dari rumahnya, dan melakukan konseling daring dengan tenaga ahli di bidangnya.
Dengan adanya fasilitas konseling daring yang dikembangkan oleh Teman Autis, orangtua dan ahli dapat berkomunikasi terkait penanganan anak autis untuk mendapatkan informasi dan solusi yang dibutuhkan secara tepat dan cepat.
Untuk memudahkan masyarakat luas mencari informasi dan kegiatan-kegiatan yang sesuai dengan proses tumbuh kembang buah hatinya, Teman Autis hadir di Instagram dengan akun @Teman Autis.
Meraih SATU Indonesia Award 2022
Alvinia Christiany, meraih penghargaan SATU Indonesia Awards 2022 (Foto : ASTRA) |
Kontribusi Alvinia, dkk dalam mengubah stigma negatif anak-anak autis di masyarakat mendapat perhatian dari PT Astra Internasional dengan memberikan penghargaan SATU Indonesia Award 2022. Penghargaan ini diberikan bagi kaum muda, baik secara pribadi maupun kelompok, yang membawa perubahan yang lebih baik bagi masyarakat, bangsa dan negara.
Alvinia berharap dengan penghargaan yang berikan ini memudahkan Teman Autis menjalin kerjasama dan berkolaborasi dengan banyak mitra di seluruh Indonesia, sehingga bisa memberi manfaat dan menjangkau seluas-luasnya masyarakat.
Diharapkan dengan kolaborasi yang terjalin, anak-anak autis bisa tumbuh dan berkembang secara maksimal bersama orang tua atau pendampingnya. Dan kesadaran masyarakat tentang autisme tersebar ke seluruh lapisan masyarakat.
Good Job, Alviani!
.
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih sudah memberi komentar terbaik. Ditunggu kunjungan berikutnya.
Salam hangat ... :)