Anak disleksia itu biasanya kreatif dan pantang menyerah (Foto Fixabay) |
Setiap anak itu unik. Betapa saya sangat memahami kalimat ini. Menjadi ibu dari 7 orang anak,di mana, tak satu pun di antara mereka memiliki kesamaan, baik secara fisik, hobi maupun kebiasaan, mau tidak mau membuat saya terus belajar.
Mereka lahir dan tumbuh dengan keunikannya masing-masing. Membawa cerita yang tak sama, meski terlahir dari rahim yang sama. Meski darah yang mengaliri mereka berasal dari darah yang sama. Mereka betul-betul berbeda.
Salah satu yang paling unik di antaranya adalah Zidna.
Awal menyadari kehadirannya bersemayam dalam rahim saja sudah membuat saya terkejut setengah mati. Karena kakaknya, anak ke-5, baru berusia 10 bulan ketika itu, dan saya sama sekali belum menstruasi sejak melahirkannya.
Cacar di Trisemester Pertama
Belum lewat rasa kaget saya, pada trimester pertama kehamilan, wabah cacar menyerang anak-anak. Semua kena, termasuk saya, hanya suami yang tidak. Dokter menyarankan agar memperbanyak doa. Karena trisemester pertama kehamilan merupakan masa paling penting dalam pembentukan organ vital. Termasuk panca indera. Rasanya itulah pertama kali saya mengalami rasa sedih yang begitu dalam selama menjalani masa-masa kehamilan. Sedih membayangkan seperti apa anak yang akan lahir 8 bulan kemudian.
Maka begitu Zidna lahir dengan kondisi yang sehat sempurna dan cantik --matanya betul-betul indah, besar dan cemerlang-- saya banyak-banyak bersyukur. Begitu juga ketika saya cek fungsi pendengaran, Alhamdulillah, baik-baik saja. Syukur tak sudah-sudah.
Baby Zidna tumbuh sehat, meski pun sempat ada drama keracunan ASI pada bulan-bulan pertama kelahirannya.
Keracunan ASI
Jadi ceritanya, saat itu tubuh baby Zidna menguning sekuning-kuningnya. Dari bola mata, lidah dan seluruh tubuhnya. Meski sering dijemur, dan diberi ASI. Dan berbeda dengan anak lainnya yang jumlah bilirubinnya tinggi, ia bayi yang aktif dan lincah. Karena bingung, saya berkonsultasi ke dokter langganan.
Dokter menyarankan untuk menghentikan pemberian ASI. Aneh kan? Saya terkejut, banget! Jika bagi bayi yang lain ASI menjadi sumber nutrisi terbaik, tapi bagi baby Zidna, ASI bisa membunuhnya.
Kami tentu saja tak menerima begitu saja saran dokter. Dengan menggunakan internet, kami akhirnya menemukan informasi yang mendukung saran dokter. Rasanya ingin tak percaya, tapi kok nyata?
Rasa ingin tahunya pun besar. Itu mungkin yang membuatnya suka membongkar mainan kakaknya dan menimbulkan keributan. Bayangkan kehebohan yang ditimbulkan para balita itu. Siapa yang suka jika mobil-mobilan kesayangan dibongkar? Sedangkan yang membongkar sama-sekali tak merasa bersalah. (Emaknya tarik napas panjang sekali 😅)
Anehnya Zidna tidak pernah mau diajari bicara. Setiap kali menginginkan sesuatu, ia hanya menunjuk ke arah benda yang dimaksud. Atau menarik tangan ibunya agar bergerak ke arah yang diinginkan. Jika ibu dan kakaknya mengajarinya mengucapkan suatu kata, ia marah dan tak suka.
Harusnya
sebagai seorang ibu yang baik, saya merasa cemas dan bergegas ke klinik tumbuh
kembang. Sayangnya saya bukan ibu yang baik. Hiks. Saya merasa cukup tenang
saat ia bisa mengucapkan kata : "Bapak" dan "Ibu" dengan baik. Selama bisa
mengucapkan huruf konsonan, maka ia tidak bermasalah. Begitu anggapan saya.
Zidna kecil, lucu dan menggemaskan (Koleksi Pribadi) |
Sudahlah Delay Speech, Disleksia Pula
Bukan tanpa alasan sih, karena salah satu kakak Zidna juga delay speech, baru bisa bicara lancar (hingga akhirnya cerewet) ketika naik kelas 2 SD, dan pernah mengikuti terapi wicara. Saya cukup pede dengan pengalaman kakaknya itu, bahwa Zidna kelak akan bisa bicara lancar seperti saudara-saudaranya.
Dan itu benar, menjelang masuk SD Zidna sudah secerewet kakak-kakaknya. Hanya bedanya, ia tidak mau belajar membaca. Jangankan membaca, menyanyikan lagu ABC (sambil melihat huruf-huruf) saja, dia menolak. Apa pun akan dilakukannya dengan senang hati, kecuali belajar membaca.
Semula saya
pikir, mengajari anak perempuan membaca tidak lebih sulit dari mengajari
kakaknya yang juga delay speech, ternyata saya salah. Bergonta-ganti guru les
baca tak membuat Zidna bisa dan mau belajar membaca. Berbagai iming-iming
hadiah dan ancaman juga tak membuatnya tergerak untuk belajar membaca.
Hingga akhirnya kami menyadari Zidna ternyata disleksia. Ia mengeluh pusing dan bingung setiap kali melihat huruf-huruf. Ia memang sangat kreatif, tekun, rapi dan menyukai motif-motif rumit di buku mewarnai, namun ia membenci huruf-huruf dan angka-angka.
Hasil mewarnai Zidna, ia suka pola yang rumit (Foto : Pribadi) |
Saya dan
suami kemudian sibuk mencari informasi tentang disleksia. Mengakses banyak
video tentang disleksia di Youtube. Ini tidak terlalu sulit jika menggunakan
Internetnya Indonesia, IndiHome, yang selalu meningkatkan kualitas layanannya. Sebagai produk dari Telkom Indonesia, yang terus melakukan perbaikan rasio yang meningkatkan kecepatan proses transfer data serta menurunkan rasio hambatan data yang diterima, sehingga memudahkan kami mencari berbagai informasi yang
dibutuhkan dengan cepat, karena jaringan internet yang stabil dan lancar.
Manfaat internet yang juga terasa sangat membantu, saat mencari metoda belajar yang cocok untuk anak disleksia. Dengan kemudahan berinternet, kami bisa mencari video-video pembelajaran mudah dan tepat. Salah satu metoda yang sering kami gunakan adalah dengan membuat kartu-kartu bergambar. Untuk membantu melekatkan huruf-huruf dalam ingatan Zidna.
Kartu-kartu bergambar buatan bapaknya Zidna (Koleksi Pribadi) |
Metoda belajar memadukan gambar dan suku kata (Foto : Nurhayati Pujiastuti) |
Selain itu,
saya juga banyak berkonsultasi dengan teman-teman yang berprofesi sebagai
psikolog dan pemerhati pendidikan juga penulis yang terlibat langsung dengan
pendidikan anak usia dini, Bunda Nurhayati Pujiastuti.Tak terbayangkan jika saat ini tak ada jaringan internet yang membantu kami untuk lebih memahami kondisi Zidna.
Banyak tips dan materi yang saya peroleh dari beliau bagaimana cara mengajari anak disleksia. Salah satu quote yang paling menarik adalah, “Jangan hanya mengajari anak agar bisa membaca, namun ajari anak agar cinta membaca.”
Mengajari Zidna membaca masih menjadi PR bagi kami. Namun, saya optimis, Zidna pasti bisa membaca. Hanya harus memperpanjang sabar, dan terus pantang menyerah mengulang-ulang memasukkan huruf demi huruf ke dalam bilik kelabu otaknya. Saya yakin Zidna tidak bodoh. Ia hanya perlu dibantu agar tak tersesat di belantara huruf-huruf yang membingungkan dan mengintimidasi.
Seperti ujar seorang teman penulis, yang pernah mengalami disleksia dan menjadi sarjana hukum dari universitas ternama, disleksia itu bukan kekurangan, melainkan suatu anugerah.
Sungguh, ini PR yang luar biasa bagi kami. Semoga Allah memampukan kami mendidik dan mengantarkan Zidna menjadi anugerah bagi orang-orang di sekelilingnya, juga bagi kehidupan yang lebih luas. Aamiin....
Referensi :https://www.cnbcindonesia.com/tech/20220420142028-37-333214/cek-deh-ini-sederet-inovasi-indihome-demi-internet-ngebut
Masya Allah... semangaat Zidnaaa
BalasHapusMakasih Aunty Shabrina. .. semoga sukses selalu.
Hapus