Kegiatan mewarnai sangat disukai anak disleksia (Foto : Fixabay) |
Arumi Tak Suka Membaca
Oleh : Liza P Arjanto
Pagi itu Arsyad jengkel bukan main. Arumi, adiknya membongkar mobil-mobilannya. Bodi mobil dan mesinnya terpisah, baut berserakan di lantai. Memang sih, mobil-mobilan itu sudah lama tak pernah ia mainkan, ia lebih suka main game di laptop. Tapi,kan, merusak barang tanpa izin itu ...
“Nanti aku benerin lagi. Mas Arsyad tenang aja.”
Arumi selalu begitu. Setelah puas membongkar, Arumi akan memasang kembali mainan yang dibongkarnya seperti semula. Kadang Arsyad berpikir adiknya itu aneh. Hobinya membereskan lemari dan seprai kasur. Ia juga senang mewarnai buku gambar yang rumit. Melihat gambarnya saja Arsyad sudah merasa pusing, tapi Arumi tahan berjam-jam mewarnai buku itu.
Ada satu hal yang Arumi tak suka. Arumi tak suka membaca! Ia suka meledek Arumi karena belum bisa membaca.
*
“Ayo, Arumi waktunya belajar baca.” Ibu memanggil dari ruang tengah.
Arsyad mendengar suara adiknya mengerang. Mereka sedang asyik bermain lego. Tetapi ibu akan marah jika Arumi tidak menurut.
“Udah sana. Nanti Ibu marah loh.” Arsyad menyenggol adiknya.
Wajah Arumi cemberut.
“Jangan diberesin dulu. Aku masih mau main.” Arumi berdiri dengan malas dan melangkah ke luar kamar, menghampiri ibu yang sudah menunggu.
Arsyad bermain sendiri, rasanya tidak asyik. Telinganya mendengar ibu mengajari adiknya belajar baca. Kadang suara ibunya terdengar jengkel. Biasanya jika Arumi mengulangi kesalahan yang sama berulang kali.
Arsyad sering merasa heran, mengapa adiknya itu tidak bisa membaca. Padahal ia sudah duduk di kelas 2 SD. Seingatnya ia tidak pernah diajari ibu membaca seperti ibu mengajari Arumi. Ia bisa membaca dengan lancar setelah lulus dari TK. Ibu guru di sekolah yang mengajarinya.
Mengapa Arumi begitu sulit membaca?
Lamat-lamat ia mendengar ibu bertanya pada adiknya.
“Kenapa Arumi tidak mau membaca?” Ibu bertanya pelan.
“Pusing, Bu.”
“Apanya yang bikin pusing?” Ibu bertanya lagi.
“Hurufnya, Bu. Aku bingung. Suka ketuker-tuker.”
Arsyad tahu ibu sedang menghela napas. Diam-diam ia pun merasa sedih.
*
Disleksia.
Arsyad mendengarnya saat ibu berbicara dengan bapak. Sejak saat itu Arumi belajar baca dengan huruf-huruf yang ada gambarnya. Ibu sering meminta Arsyad untuk bermain susun kartu huruf dengan adiknya. Awalnya menyenangkan, tapi lama-lama membosankan. Sedangkan Arumi belum juga bisa membaca.
Kini Arsyad mulai tak suka tiap kali ibu memintanya menemani Arumi menyusun kartu. Sungguh membosankan.
“Arsyad, coba duduk di sebelah Ibu.”
Ibu tengah duduk di kursi panjang. Di depannya laptop menyala. Arsyad perlahan menghampiri ibu dan duduk di sebelahnya. Lalu ibu membuka Youtube.
“Ibu mau menunjukkan sesuatu. Alhamdulillah, kita punya Internet Keluarga. Internetnya Indonesia loh, milik Telkom Grup. Jadi kita bisa tahu banyak informasi yang kita butuhkan, termasuk tentang kesulitan Arumi membaca.”
Arsyad diam saja selama ibu bicara dan memilih-milih tayangan di Youtube. Matanya membaca semua tentang disleksia. Hingga akhirnya ibu mengklik satu video yang paling menarik.
Menonton dan mendengar penjelasan sederhana tentang disleksia membuat Arsyad mengerti kesulitan yang dirasakan adiknya. Ternyata selama ini ia salah duga. Ia mengira Arumi malas belajar dan...
“Arumi tidak bodoh loh." Ibu seakan membaca apa yang ia pikirkan. "Adikmu itu hanya kesulitan belajar. Nah, sekarang coba baca ini.”
Kali ini ibu mengklik artikel dan menyuruhnya membaca tokoh-tokoh dunia yang mengalami disleksia. Mulut Arsyad ternganga.
“Albert Einstein juga?”
Ibu mengangguk sambil tersenyum.
Arsyad meneruskan membaca nama-nama tokoh terkenal di dunia yang mengalami disleksia. Wow. Selain Albert Einstein, ada Leonardo Da Vinci, ada Mohammad Ali, ada Henry Ford, dan banyak lagi.
Mata Arsyad berbinar. Ia memandang ibu. Ibu mengelus kepalanya.
“Bantu Ibu mengajari adikmu ya. Ia perlu dibantu. Bukan diledek melulu.”
Arsyad mengangguk mantap. Ia berjanji akan berhenti mengolok-olok adiknya. Ia ingin adiknya bisa membaca. Agar mereka nanti bisa sama-sama menulis Cerita Tanpa Batas. Seperti cerita-cerita menarik yang ada di Cerpen IndiHome. Pasti seru rasanya.
Tamat.
Pintarnya Arsyad. Eh baru tahu lho kalau ada rubrik cerpen di Indihome
BalasHapusBulan ini baru diadakan. Seru ya IndiHome.
HapusArumi butuh waktu. Berbeda dengan yang lain. Mungkin juga cara lain memandang huruf. Lebih dari sekedar simbol bunyi ....
BalasHapusSemoga semua sabar menghadapi Arumi.
HapusSemua anak punya keunikannya masing-masing.
BalasHapusIya, betul sekali. Arumi salah satunya.
HapusTugas setiap orang tua menemukan keunikan dari setiap anak ..
BalasHapusSemoga orang tua Arumi bisa memberikan kesempatan belajar seluas-luasnya untuk Arumi.
HapusBagus ceritanya. ♡♡♡♡♡
BalasHapusAku padamu, Yuuu
HapusGood story #two thumbs up 4 my bestie#
BalasHapusHatur nuhuuun, Buu. Love
HapusAkuuuuhhhh...aku punya disleksia sejak kecil, masukkan aku ke dalam list orang yg mengidap disleksia dan sekarang jadi penulis cerpen IndiHome juga
BalasHapusWah, aku baru tau Mbak Ade disleksia. Pantesan kreatif banget yaaa
HapusSemoga zidna bisa segera membaca ya.
BalasHapusAamiin Ya Rabbal'alamiin
Hapus