Cinnamon Boutique Syariah Hotel Bandung |
Hari
menjelang sore dan mendung saat saya dan anak-anak melangkah memasuki lobby
Cinnamon Boutique Syariah Hotel menuju meja resepsionis. Sambutan yang hangat,
ramah dan santun menyapa kami. Tanpa
ketegangan sedikit pun, meski mamak yang teledor ini gagal menunjukkan
identitas diri (KTP ketinggalan di rumah, kebiasaan buruk yang tak boleh ditiru.
Haaiiish...)
Kami
menunggu di lobby yang mewah namun terasa hangat, ketika resepsionis
menghubungi panitia untuk konfirmasi kedatangan kami. Tak makan waktu lama,
akhirnya kami mendapatkan kamar di lantai 6. (Horeee....)
Dengan
berbagai drama tak jelas, sampailah kami ke ruangan yang disediakan panitia. Hal
pertama yang menarik perhatian saya pertama kali saat memasuki kamar adalah
mukena dan Al-Qur’an yang disediakan hotel. (Hei, ini betul-betul hotel yang
menggunakan konsep syariah dengan sungguh-sungguh. Tidak hanya ketersediaan
perangkat ibadah, selama berada di lobby tadi pun, mata saya terasa amat nyaman
dengan busana-busana yang dikenakan tamu. Semua berpakaian sopan dan pantas).
Bertemu Guru Menulis dan Teman Seperjuangan
Berada
di Cinnamon Boutique Syariah Hotel Bandung bagi saya lebih terasa sebagai keajaiban. Rezeki
tak terduga. Teh Tini, (Dra. Kustini, ketua Himpunan Wanita Disabilitas Prof. Jabar) ketika
meminta saya membentuk tim juri, beberapa waktu lalu, tidak menyebutkan apapun
terkait apresiasi untuk para juri.
Tentu
saja undangan untuk menghadiri penyerahan hadiah untuk pemenang Lomba Menulis
Surat Inspirasi Kartini ini membuat
kami, tim juri, terkaget-kaget. Tidak ada wacana untuk ketemuan sebelumnya.
Menjadi juri merupakan bentuk kepedulian kami pada saudara disabilitas kami. Itu
saja.
Tawaran
menjadi juri, bagi saya, terutama, merupakan kesempatan emas untuk bisa sedikit
menunjukkan rasa simpati di tengah-tengah kesibukan saya sebagai ibu, penulis
dan marketer properti syariah. Apa susahnya menjadi juri dan membaca
surat-surat, begitu pikiran saya sebelumnya.
Namun,
ternyata, menjadi juri tidak hanya
membuat saya bisa menunjukkan rasa solidaritas pada sesama. Menjadi juri
mengajari saya banyak hal. Tentang dunia disabilitas, kesulitan-kesulitan yang
mereka hadapi, harapan-harapan dan mimpi mereka. Juga tentang
perjuangan-perjuangan mereka yang menakjubkan dan melampaui keterbatasan
mereka.
Ya,
menembus batas itu membutuhkan perjuangan hebat. Salah satu pejuang disabilitas
yang menarik perhatian saya adalah Teh Tini. Sudah lama saya mengenal Teh Tini
di dunia maya, sudah sejak lama pula saya mengagumi kiprah beliau dalam menembus
keterbatasan fisiknya. Jangan biarkan orang melihat kekurangan kita, tetapi
buatlah orang-orang hanya melihat kelebihan kita, ujarnya.
Alhamdulillah,
menjadi juri menjadi jalan bagi saya untuk bertemu dengan Teh Tini, sosok
inspiratif yang tak henti-hentinya membuat saya kagum. Dan malam itu, membuat
kekaguman saya bertambah-tambah, melihat totalitas beliau dalam
menyelenggarakan hajat akbar disabilitas.
Baca juga :Bukan Disabilitas Biasa
Menjadi
juri juga membuat saya berkesempatan bertemu dengan Bun Nur (Nurhayati
Pujiastuti), guru saya dalam menulis. Sosok sederhana namun tangguh, yang membuat saya berhasil menembus
media massa dan bangga menyematkan profesi : penulis dalam biodata saya. Ini
pertemuan ketiga. Dan selalu saja menimbulkan kerinduan untuk bertemu lagi dan
lagi.
Malam
itu, saya juga bertemu dengan Teh Tina (Tina Sulyati). Teman seperjuangan sejak
awal mula menulis. Teman mojok saat baper melanda. Jika saya, alhamdulillah, berhasil menembus media massa
nasional meski dengan susah payah. Teh Tina berhasil menancapkan
prestasi di layar kaca. Menjadi penulis skenario yang karyanya tak pernah sepi
menghiasi layar kaca.
Sungguh
rezeki luar biasa bagi saya, bertemu dengan mereka, sosok Kartini masa kini yang
tidak hanya sukses sebagai istri dan ibu dalam keluarganya, melainkan juga
mampu berkiprah di dunia luar. Mendidik masyarakat melalui kemampuan menulis.
Hei, disabilitas bukan kutukan
Pemenang Lomba Menulis Surat Inspirasi Kartini beserta dewan juri |
Dalam
ballroom hotel yang cukup besar, saya terpana. Ruangan penuh dengan penyandang
disabilitas. Wajah-wajah antusias memenuhi ruangan. Begitu hidup. Dalam
kelompok-kelompok kecil para penyandang tunarungu ‘riuh’ bercakap-cakap.
Mengekspresikan perasaan dengan menggunakan bahasa isyarat.
Di
sudut lain, penyandang tuna daksa berkumpul, riang dan gembira merayakan hari
istimewa ini. Begitu juga penyandang tuna netra yang hadir, mereka dengan sabar
menanti pengumuman pemenang lomba.
Di
tengah-tengah mereka, ada saya yang takjub
melihat tari jaipong yang dibawakan seorang penyandang daksa. Penari yang
memasuki ruangan dengan kursi roda yang didorong. Penari yang turun dan naik
kursi roda memerlukan bantuan orang lain, ternyata bisa menari sehebat itu!
(seumur-umur saya tidak bisa menari. Kalaupun terpaksa menari, gerakannya akan
terlihat lucu dan kaku. Bisa-bisa tari jaipong rusak kalo saya yang nari).
Beragam
lomba yang diadakan HWDI sebagai pelaksana, dengan dukungan Kayumanis Foundation, para pemenang
terpilih, tentu dipilih atas dasar kemampuan dan prestasi mereka sendiri. Bukan
atas rasa belas kasihan.
Jangan
anggap remeh kemampuan mereka.
Mereka bersungguh-sungguh dalam lomba dan
menghasilkan karya dan mengeluarkan potensi terbaik mereka, yang belum tentu
dimiliki semua orang. Senormal apapun kamu, belum tentu kamu mampu melakukan
apa yang dilakukan oleh disabilitas.
Allah
Swt sungguh Maha Adil, yang membekali setiap ciptaanNya dengan kelebihan dan
kekurangan masing-masing. Tak ada yang bisa mengklaim dirinya lebih tinggi dan
lebih hebat dari yang lain. Sejatinya, kekurangan dan kelebihan diciptakan
untuk saling mengisi dan melengkapi. Sebab itu, disabilitas bukanlah kutukan.
Melainkan suatu jalan untuk menjadi insan terbaik di mata Allah Yang Maha
Rahim.
Kehangatan di Lobby Hotel
Foto bareng Teh Nchie di salah satu spot menarik di lobby |
“Teh,
ditunggu di lobby ya.”
Pesan
wa yang masuk. Maghrib saja berlalu berganti isya yang panjang dan dingin. Kami
beranjak menuju lantai bawah. Teh Tini dan Bun Nur tengah menanti di sofa
tengah. Meski terlihat lelah, Teh Tini tampak lega. Hajat akbarnya berakhir
dengan sukses.
Di
luar, hujan deras mengguyur Bandung Utara. Di dalam lobby yang di
dominasi
warna merah, kehangatan memelukku erat. Segera kami terlibat percakapan
yang menghangatkan hati, seolah kawan yang telah belasan tahun bersama.
Surprise
buat saya, ketika seorang teman blogger, blogger kece dan famous Bandung
berkenan menjambangi saya di hotel. Menembus hujan dan banjir. (hatur nuhun,
Teh Nchie geulis... ) Dan ternyata, kecantikannya gak bohongan loh. Cantik
alami. Lebih muda pula. ((huh!))
Malam
beranjak tua, meski enggan melepas, toh nyatanya kami tetap harus berpisah.
Semoga pertemuan ini tidak berhenti sampai di sini. Semoga ada pertemuan
berikutnya.
Semalam
di Cinnamon Hotel telah menimbulkan kesan amat dalam bagi saya. Rezeki
bertemu dengan perempuan-perempuan hebat. Ah, semoga Allah mengikat
hati kami dalam rasa cinta hanya karenaNYa.
Alhamdulillah....
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih sudah memberi komentar terbaik. Ditunggu kunjungan berikutnya.
Salam hangat ... :)