Pernah mendengar istilah Late Bloomer, Mom? Istilah
ini diberikan pada anak-anak yang mengalami keterlambatan dalam proses
perkembangannya. Dan, bagi kami, salah satu di antaranya adalah Syahid.
Terlahir sebagai anak ke-7 membuat Syahid istimewa.
Jarak usianya dengan kakak terdekatnya, Zidna, terpaut 5 tahun. Sementara
dengan kakak sulungnya, 19 tahun!
Kondisi ini membuat Syahid tumbuh dalam
limpahan kasih sayang.
Entah karena dilimpahi kasih sayang yang berlebihan
dari kakak-kakaknya, atau karena ibunya yang sudah terlalu lelah memberikan
stimulasi – dan mau enaknya saja—Syahid tumbuh menjadi bayi yang malas
bergerak.
Bagaimana tidak malas bergerak, bila Syahid ingin
mengambil mainan, maka kakak-kakaknya langsung memberikan mainan itu. Tanpa
usaha keras, mainan apa pun yang Syahid inginkan datang dengan sendirinya. Ia
hanya menunjuk ke arah benda yang diinginkan atau bersuara “uh”. Selesai.
Sementara kuping saya pun tak tahan lagi mendengar
tangisan, akibatnya Syahid lebih sering berada dalam gendongan daripada
bergerak bebas di lantai.
Pada awalnya hal ini tidak terlalu mengkhawatirkan.
Perkembangan motoriknya meski agak terlambat, namun masih terhitung normal.
Misalnya, jika bayi lain bisa berguling-guling saat berusia 3 bulan, Syahid
melakukannya ketika menginjak usia 6 bulanan.
Ketika pada umumnya bayi lain belajar duduk,
merangkak saat berusia 8 bulan, Syahid baru bisa merayap. Itu pun dengan malas.
Perkembangannya semakin tertinggal saat menginjak
usia 1 tahun. Ia belum bisa berjalan. Belum bisa bicara. Ia tertinggal jauh
dari teman-teman sebayanya, bahkan yang dibawahnya.
Sedih? Tentu saja.
Cemas? Pastinya.
Kami mulai lebih serius memperhatikan perkembangan Syahid. Memijatkan
Syahid ke tukang pijat bayi mulai kami lakukan secara berkala. Juga
menstimulasi perkembangan motoriknya dengan membelikan mainan dan benda-benda
penunjang. Melatih ia berdiri dan berjalan sambil berpegangan. Juga mengurangi frekuensi menggendong. Namun perkembangan Syahid masih belum terlihat.
Waktu
terus berlalu, belum tampak keinginan Syahid
untuk belajar berdiri dan berjalan . Belum tampak juga keinginannya
untuk
mengikuti suara-suara. Ia tampak nyaman-nyaman saja dengan kemalasannya.
Meski pun, kami yakin Syahid baik-baik saja dan normal.Wacana
membawa Syahid ke pusat tumbuh kembang pun makin sering kami bahas.
Hingga suatu malam, Syahid berjalan antara saya dan
bapaknya. Tanpa pegangan. Kaget dong pastinya. Kami tak menyangka inilah saatnya. Tapi keesokan harinya, Syahid kembali mogok berjalan. Hari-hari
selanjutnya -hingga berbulan-bulan
kemudian) ia seolah-olah lupa, bahwa ia pernah bisa berjalan.
Memaksa
Syahid untuk kembali berjalan, jelas bukan pilihan. Bila dilatih
berdiri saja sudah menangis heboh, bagaimana mungkin kami tega
memaksanya berjalan tanpa melepaskan pegangan tangan?
Masa itu pun akhirnya tiba
Late
Bloomer bukan hanya membutuhkan waktu untuk menunjukkan keterlambatannya, namun
juga harus menemukan orang yang tepat. Orang yang tepat ini akan membantu
memunculkan kemampuannya tersebut. (Siti Mugi Rahayu, M.Pd :Apa salahnya Jadi
Late Bloomer:hal. 19)
Hingga suatu saat, Zidna berseru gembira. “Ibu,
lihat sini. Syahid bisa jalan.”
Tepat di usia 2,5 tahun, Syahid baru bisa berjalan.
Tepat di usia 2,5 tahun, Syahid baru bisa berjalan.
Sungguh pemandangan yang menakjubkan. Syahid
melangkah berjalan dari Zidna ke arah Arsyad dengan gembira. Dari satu pelukan
ke pelukan lainnya. Wajahnya riang. Dan yang lebih membahagiakan, kemampuan
barunya itu berlanjut pada hari-hari berikutnya.
Kakak-kakaknya
ternyata mampu menjadi orang yang tepat untuk
memunculkan kemampuan berjalan Syahid. Dengan pelukan hangat dan
suportnya, Mereka
membuat Syahid mampu dan ingin terus latihan berjalan. Terutama Zidna.
(Thanks to Zidna). Terlambat, memang. Namun toh, alhamdulillah, bisa
juga...
Seiring dengan kemampuan motoriknya, ternyata
kemampuan bicara Syahid pun mengalami kemajuan. Ia mulai senang berceloteh dan
mengikuti kata-kata sederhana. Ia mulai bisa mengungkapkan keinginannya dan
bisa diajak “mengobrol”.
Di
usianya yang ke-3 tahun, kakak sulungnya pulang. Kakak sulungnya ini
gemar sekali mendengar celoteh Syahid. Apresiasi selalu diberikan setiap
kali Syahid mengeluarkan suara. Dalam rentang waktu setahun, Syahid
yang semula pendiam, menjadi anak yang pintar bicara dan pintar membela
diri. Kelucuannya bertambah dari waktu ke waktu.
Si Late Bloomer di sekitar kita
Mom, kita kerap memandang sebelah mata anak-anak
yang memiliki keterlambatan, baik perkembangan fisik maupun motoriknya. (Dengan
catatan tidak ada riwayat sakit atau diagnosa merujuk pada anak berkebutuhan
khusus yang memerlukan penanganan serius). Padahal, anak-anak late bloomer ini
banyak di sekitar kita.
Anak late bloomer berbeda dengan anak delayed
yang memerlukan penanganan lebih serius. Tak jarang memerlukan terapis
profesional untuk membantu anak mengejar ketinggalannya dengan anak lain
seusianya.
Menjadi late bloomer bukanlah masalah, Mom. Seperti halnya bunga yang memerlukan waktu untuk berkembang, anak-anak
late bloomer juga memerlukan kesabaran orangtuanya, memerlukan
waktu dan
menemukan orang yang pas untuk membantunya memunculkan kemampuan
terbaiknya. Dan tentu saja, kesempatan-kesempatan yang diberikan
orangtua untuk menemukan potensi dirinya.
Tidak hanya anak-anak, orang dewasa pun kerap baru
menyadari kemampuan yang dimiliki ketika berusia matang. Contohnya, saya. Saya
baru menyadari bahwa saya bisa menulis karya fiksi yang layak terbit di media
nasional ketika usia saya menginjak kepala 4. Saya menemukan guru menulis yang
pas dan bisa membantu saya mengasah kemampuan terpendam saya. (Jazakillah
khoiron katsiro, Bun Nurhayati Pujiastuti)
Ingatkah
kisah Sir Isaac Newton? Kita tahu, beliau bukanlah anak yang pandai
saat bersekolah, hingga akhirnya dikeluarkan dari sekolah. Newton bukan
anak yang bermasalah. Ia hanya late bloomer. Hanya terlambat
berkembang. Ia membutuhkan momentum yang tepat, orang yang tepat. Dan
orang itu adalah ibunya sendiri. Dengan kesabaran sang bunda, potensi
terbaik Newton muncul dalam asuhannya.
Itu
baru salah satu contoh. Di luar sana, banyak sekali orang-orang hebat
dan keren yang semasa kecil biasa-biasa saja, namun pada waktunya muncul
sebagai sosok yang inspiratif dan hebat. Mungkin Anda salah satunya.
Karena sejatinya setiap manusia itu unik dan
memiliki kelebihan tersendiri. Ia hanya perlu menemukan orang yang pas atau
momentum yang pas untuk membantunya berkembang dan menemukan dirinya.
Semoga artikel ini bermanfaat. Salam...
Makasii banget infonya, Mbak. Baru tau istilah ini, duh.. emak kudet aku. Kupikir delayed aja istilahnya, ternyata beda, ya. Sulungku dulu baru bisa mengucap kata pertamanya, kata 'Mama', pada usia sekitar 3 tahun.
BalasHapusIya, ada istilah Late Bloomer. Telat berkembang.
HapusLumayan juga ya, anak pertama 3 tahun baru bisa bilang : mama.
Pasti komentar rangorang udah macem-macem.
Makasih ya udah mampir.
Oh itu isitilahe... aku lagi denger lho mbak.
BalasHapusIya, ternyata ada juga istilah begini dalam tumbuh kembang anak.
HapusSemangat bun ..salut dengan seluruh bunda hebat
BalasHapusMakasih atas kunjungannya ya, Mba. Sehat-sehat selalu
Hapus