Hidup ini sesungguhnya adalah kumparan
rahasia yang tak berujung. Begitu banyak
rahasia yang tak kita sadari, hingga, ketika Sang Pencipta berkenan
membuka rahasia itu, kita menjadi gagap
menyikapinya. Seperti yang terjadi pada
teman saya, Kartika Susilowati. Ia didiagnosa Peripartum Cardiomyopathy ( PPCM) pasca melahirkan putra
ketiganya.
Berkenalan dengan Peripartum Cardiomyopathy ( PPCM) Pasca Melahirkan
Ia tak pernah menyangka, bila batuk yang menyerangnya sepulang dari rumah sakit merupakan tanda-tanda adanya kelainan pada jantungnya. Ia hanya merasakan keanehan, karena batuk ini berbeda dengan batuk pada umumnya.
Biasanya, jika mengalami batuk, rasa gatal yang menyerang berasal dari tenggorokan, akan tetapi sumber
rasa gatal kali ini berasal dari dada. Hingga
membuat dada terasa amat sesak dan mengakibatkan ia
kesulitan bernapas.
Pada pemeriksaan awal yang dijalaninya, tidak ada tidak
ada indikasi yang mencurigakan. Namun rasa sesak yang terus berlanjut membuatnya memutuskan untuk memeriksakan diri lebih lanjut.
Setelah
ditangani oleh dokter SpPD dan menjalani rontgen, barulah ia mengetahui
paru-paru bagian kirinya terendam cairan yang mengakibatkan jantungnya menjadi bengkak.
Berdasarkan hasil rontgent tersebut, ia melanjutkan pengobatan
langsung ke dokter spesialis jantung dan
darah, dr. Mohammad Iqbal, Sp.JP. Pada saat itulah, ia mengenal istilah peripartum
cardiomyopathy (ppcm).Sebuah istilah baru yang sempat membuatnya merasa shock.
Ketika itu hasil echocardiogram
(ECG) atau usg jantungnya menunjukkan,
fungsi pompa jantung turun hingga 33% (dari angka normal sekitar 60%).
Kondisi
ini tentu saja bisa berakibat fatal bila tidak ditangani secara serius.
Tidak ada pilihan lain, kecuali, menjalani serangkaian proses pengobatan
yang disarankan dokter.
Mom,
kita tahu, kondisi ini bukanlah hal yang umum terjadi dan menimpa
ibu-ibu pasca melahirkan. Namun, tak ada salahnya bila kita mengenal
istilah ini lebih lanjut. Yuk, simak terus ya...
Apa itu Peripartum Cardiomyopathy (PPCM)?
Definisi peripartum cardiomyopathy (PPCM) secara sederhana adalah melemahnya otot jantung yang
terjadi di akhir masa kehamilan hingga lima bulan pasca melahirkan. Tidak ada yang tahu penyebab lain yang memicu
kemunculan PPCM ini. (peripartum sendiri artinya: di sekitar kehamilan). Bisa terjadi sebelum atau pasca melahirkan.
Tingkat keseriusan penyakit ini diukur dengan EF (ejection
fraction), yaitu persentase darah yang dipompa keluar oleh jantung dalam setiap
denyut. EF ini bisa diketahui melalui pemeriksaan USG jantung atau Echocardiogram (biasa disingka echo). EF
normal adalah sekitar 60%.
Pada kasus PPCM, angka EF mengalami penurunan. Semakin kecil
angka EF, artinya penyakit semakin parah. Tetapi, tingkat keparahan penyakit
tidak mempengaruhi kemampuan pemulihan. Artinyanya, pasien dengan EF yang sangat
rendah bisa saja pulih sepenuhnya.
Penyebab dan Gejala
Hingga kini, penyebab PPCM belum diketahui secara pasti.
Tapi diduga berhubungan dengan penyakit jantung koroner, infeksi virus,
kebiasaan minum alkohol, merokok, obesitas, dan malnutrisi.
Kita hanya bisa waspada terhadap faktor risiko yang
mempengaruhi timbulnya PPCM, seperti hipertensi, kehamilan di atas usia 35
tahun, dan kehamilan lebih dari satu kali.
Mom, meskipun penyebabnya belum jelas, ada beberapa tanda-tanda
yang bisa kita kenali, yaitu:
- mudah lelah,
- sering buang air kecil, kaki/tangan bengkak,
- sesak nafas (biasanya disertai batuk parah).
Jadi, ada baiknya para ibu hamil waspada jika merasakan
gejala-gejala tersebut. Meski gejala tersebut lumrah terjadi pada ibu hamil,
tapi tidak ada salahnya untuk segera berkonsultasi dengan dokter. Begitu pula ketika menemukan gejala tersebut pasca melahirkan.
Jika ditemui gejala yang mengarah kepada PPCM, biasanya
dokter akan melakukan pemeriksaan foto thorax. Bila hasil foto menunjukkan
adanya pembengkakan jantung dan paru-paru ‘banjir’, patut dicurigai adanya PPCM.
Selanjutnya dokter jantung akan melakukan pemeriksaan echocardiogram
untuk memeriksa kondisi dan fungsi jantung.
Kartika, pasca menjalani serangkaian pengobatan PPCM |
Serangkaian proses itulah yang dijalani Kartika dalam upayanya untuk mendapatkan kesembuhan. Akan tetapi, tak cukup sampai di situ. Setelah selesai menjalani perawatan intensif dan tak tampak
lagi adanya cairan yang membuat jantung menjadi bengkak, ternyata ia mendapat
kejutan lain. Yaitu Aritmia. Penyakit
itu merupakan dampak lanjutan akibat PPCM yang dideritanya.
Apa sih Aritmia itu?
Menurut dokter, aritmia merupakan
salah satu penyakit jantung ‘khusus’, yaitu berupa gangguan irama jantung, yang
terkadang muncul mengikuti PPCM.
Untuk mengatasi aritmia tersebut,
ia kembali harus menjalani serangkaian pengobatan.
Akan tetapi, meski VES menghilang dan irama jantung menjadi teratur,
namun denyut jantung menjadi sangat cepat.
Kondisi ini disebut takikardia.
Efek dari takikardia ini adalah rasa
pusing yang hebat dan pandangan mata berputar-putar. Untuk mengatasinya, mau tak
mau, ia harus menjalani tindakan ablasi.
Mengerikankah tindakan ablasi itu?
Ablasi adalah tindakan ‘mematikan’ otot
jantung yang tidak seirama melalui ‘pembakaran’ dengan panas listrik. Jangan khawatir, tindakan ini bukanlah tindakan operasi terbuka. Melainkan dilakukan
dengan cara memasukkan kateter – semacam kawat halus- melalui pangkal paha,
lalu di arahkan menuju jantung.
Setiap kali bagian otot yang
bermasalah ‘ditembak’ dengan gelombang panas, rasa hangat ini akan menjalari
seluruh dada. Proses ini berlangsung singkat. Namun berdampak besar bagi penderita
PPCM.
Setelah menjalani serangkaian proses
panjang yang melelahkan, baik secara fisik maupun mental, ibu tiga anak ini
akhirnya bisa menjalani kehidupan dengan normal tanpa kendala yang
mengkhawatirkan.
Selain mendampingi tumbuh kembang
buah hatinya, kini ia bisa mengembangkan potensi lain yang dimilikinya, seperti
menekuni dunia tulis. Namun semua itu tidak dengan mudah bisa dicapainya. Ada
beberapa hal penting yang harus dijalani dalam proses pemulihan.
Apa saja yang harus diketahui dalam
proses pemulihan ini? Yuk, Mom, simak terus yaa...
Proses Pemulihan
Penderita PPCM harus menjalani terapi pengobatan minimal
selama enam bulan. Dokter akan memberikan obat-obatan untuk mengatasi
gejala-gejala yang dialami, seperti bantuan oksigen dan obat untuk mengatasi
sesak nafas, obat untuk ‘menguras’ cairan dari paru-paru, obat untuk menurunkan
tekanan darah, dll. Serta tentu saja obat untuk membantu kerja jantung. Terkadang, obat akan lebih banyak jika ada
penyakit lain yang menyertai.
Obat-obatan utama yang diberikan terdiri dari 3 macam, yaitu:
- ACE (angiotensin converting enzyme) inhibitor untuk membantu jantung bekerja lebih efisien meskipun dengan kondisi pompa yang lemah
- Beta Blocker untuk membantu jantung berdenyut lebih lambat sehingga memperbesar kemungkinan pemulihan.
- Diuretic untuk mengurangi penumpukan cairan.
Ada beberapa pantangan bagi penderita PPCM, seperti tidak
boleh melakukan aktivitas fisik berlebihan, dan pembatasan asupan cairan.
Untuk mengetahui perkembangan proses penyembuhan, biasanya
dokter akan melakukan pemeriksaan echocardiogram setiap 3 bulan sekali. Jika
setelah 6 bulan angka EF kembali normal (minimal 40%) maka biasanya pengobatan
bisa dihentikan. Namun ada juga dokter yg menyarankan untuk melanjutkan terapi
sampai 1 tahun pasca melahirkan.
Periode pemulihan pada setiap orang berbeda-beda. Ada pasien
yang fungsi jantungnya tidak kembali normal
sepenuhnya meskipun telah menjalani terapi selama 6 bulan atau lebih. Akan
tetapi ada juga yang berhasil sembuh total hanya dalam waktu 2 minggu. Kabar
baiknya, PPCM ini termasuk jenis penyakit yang tingkat pemulihannya cukup
tinggi.
Bolehkah hamil lagi?
Boleh tidaknya ibu yang pernah mengalami PPCM untuk hamil
lagi tergantung hasil proses pemulihannya:
- Jika jantung tidak kembali ke kondisi normal, biasanya ibu dilarang hamil lagi. Karena meski tidak berpengaruh secara langsung terhadap janin, bumil dengan fungsi jantung yang abnormal akan mengalami kerusakan jantung tambahan, yang pada akhirnya akan mengganggu pertumbuhan janin.
- Jika jantung pulih ke kondisi normal, kemungkinan ibu boleh hamil lagi dengan pemantauan ketat yaitu pemeriksaan ECG rutin dan uji stress. Karena bahkan meski pun jantung bisa kembali pulih 100%, tetap ada resiko yang lebih tinggi pada kehamilan berikutnya.
Semoga artikel ini bermanfaat dan
kita terhindar hal-hal yang tidak diinginkan. Terutama bagi ibu yang memiliki risiko tinggi terkena PPCM pasca melahirkan.
Salam...
Oya, Sahabat Moma, untuk mengenal
Kartika lebih dekat, silakan berkunjung
ke :Bigheartmom
Referensi :
Berbagai sumber
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih sudah memberi komentar terbaik. Ditunggu kunjungan berikutnya.
Salam hangat ... :)