Langsung ke konten utama

Jangan Takut Cabut Gigi di Puskesmas

 

Peralatan di Poli Gigi cukup lengkap


 

Wacana cabut gigi ini sebetulnya sudah lama saya rencanakan, hanya saja terkendala waktu dan kesibukan, jadi tertunda terus. Pasca lebaran kemarin Arsyad mengeluhkan giginya yang goyang. Kebetulan! Ini kesempatan yang bagus. Mumpung masih libur panjang dan jarak ke Puskesmas tidak terlalu jauh dari rumah nenek.

Fase mencabut gigi ini merupakan tahapan - yang mau tak mau- harus dilewati setiap anak. Suka tidak suka, mereka harus mengalami proses penggantian gigi susu menjadi gigi dewasa. Sayangnya, proses ini sering menimbulkan ketakutan dalam diri anak. Bayangan dokter gigi yang galak dan peralatan gigi yang mengerikan kerap menyiutkan nyali anak.

Tidak terkecuali Arsyad. Ia membayangkan mencabut gigi akan menjadi proses yang mengerikan. Ditambah kakak-kakaknya yang usil menggoda, membuat Arsyad nyaris mempertahankan giginya yang goyang dan menunggu untuk lepas secara alami.

Ohoho, tentu saja saya menolak keinginannya itu. Membiarkan Arsyad berlama-lama dengan gigi goyangnya, selain membuat ia kesulitan ketika makan, juga tidak akan memberinya pengalaman dan pemahaman baru. Selamanya ia akan ketakutan saat mengalami gigi goyang.

Bukan hanya Arsyad yang harus ke dokter gigi, Zidna sudah ribut sejak lama minta dicabut gigi-gigi susunya yang menghitam. Rabbani juga perlu dicabut gigi susunya karena terjadi penumpukan. Sementara Rofa meminta giginya ditambal.

Jadi, pagi itu kami pergi berbondong-bondong menuju Puskesmas. Cara paling praktis untuk menangani kasus cabut gigi anak-anak.


Mengapa Memilih Cabut Gigi di Puskesmas?


Sejarahnya cukup panjang, Mom. Bermula sejak puluhan tahun silam. Semasa saya masih menjadi kanak-kanak. Mencabut gigi di Puskesmas menjadi pilihan yang paling memungkinkan. Selain letaknya cukup dekat dari rumah ibu saya, juga karena pelayanannya cukup baik.

Pengalaman puluhan tahun silam itu ternyata membekas. Saya memilih puskesmas yang sama untuk mencabut gigi anak-anak. Yaitu di Puskesmas Cetarip Barat Bandung. Lama tak berkunjung ke sana, pelayanan puskesmas ternyata mengalami perkembangan luar biasa. Hal ini membuat saya "sedikit" takjub.

Jika  dulu pelayanan puskesmas  sederhana saja, kini puskesmas ini tak kalah dengan pelayanan di rumah sakit swasta kelas menengah. Tidak lagi menggunakan kartu antrian. Mendaftar sudah menggunakan layar sentuh,ya, Gaes. (Karena saya terlihat katrok, seorang petugas jaga membantu saya mengambil kartu antrian. hihihi)

Setelah mendapat kartu antrian, kami mengantri untuk mendaftar di poli gigi. Tak berapa saya pun dipanggil. Ah, ya ini pendaftaran perdana kami. Tentu banyak data yang harus diisi. Menariknya, pendataan pun sudah canggih, Mom. Sudah menggunakan komputer layar sentuh. Menarik, kan?

Pendataan pasien sudah menggunakan komputer layar sentuh loh



Ah, ya, berikut beberapa alasan memilih puskesmas untuk mencabut gigi anak :

1. Lokasi dekat rumah

Sebagai ibu rumah tangga yang selalu sibuk, saya tentu memilih lokasi terdekat ketika membawa anak berobat. Selain menghemat waktu, juga memudahkan perjalanan menuju lokasi "eksekusi". Nah, Puskesmas Cetarip ini jaraknya hanya 0,5 KM dari rumah di mana kami menghabiskan waktu libur. Asyik kan? Bisa sambil jalan santai.

2. Murah dan ekonomis

Dimana-mana puskesmas terjamin murahnya. Pusat layanan kesehatan masyarakat ini memang ditujukan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dari berbagai kalangan. Meski tidak murahan. Hanya Rp 3.000,00 saja per pendaftar. Dan Rp 10.000,00 untuk setiap gigi susu mengalami tindakan. Obat-obatan gratis, Gaess...
Murah

3. Pelayanan Baik

Yup, sejak dari awal mendaftar, kami mendapat pelayanan yang baik. Petugas tidak membiarkan saya berdiri kebingungan, melainkan langsung menanyakan  layanan poli yang kami inginkan dan membantu kami hingga mendapatkan kartu antrian untuk poli yang dimaksud.

Pelayanan yang baik ini juga berlanjut saat pengisian data yang serba dimudahkan. Bayangkan, ketika mendaftar, saya sama sekali tidak membawa kartu identitas apa pun. Jangankan kartu peserta BPJS dan kartu keluarga, KTP pun saya lupa membawa! Tetapi saya tetap dilayani dengan ramah. Bagi saya ini ruaaarrr biasaaa....
Beberapa layar LCD dipasang untuk memudahkan pasien

Begitu pula dengan dokter gigi yang melayani anak-anak. Ada dua dokter dalam ruangan poli gigi. Meski yang satu sedikit jutek, yang satu lagi sangat ramah. Hal ini mampu meredam kecemasan anak-anak, apalagi ini kali pertama anak-anak masuk ruangan poli gigi.

Arsyad yang semula grogi dan tampak ingin melarikan diri, mulai terlihat mampu menguasai diri. Tak ada drama berlebihan saat dokter memintanya untuk duduk di kursi tindakan hingga proses pencabutan gigi selesai.  (Oya, karena sudah goyang dokter hanya menggunakan penyemprot untuk meradam rasa sakit, dan Arsyad tampak tabah saat giginya dicabut).

4. Peralatan Cukup Baik

Secara umum peralatan di poli gigi ini cukup lengkap. Bisalah untuk mencabut gigi dengan kasus sederhana. Seperti mencabut gigi susu atau pun gigi seri dengan kasus sederhana.

( Akan tetapi, untuk menangani kasus-kasus tertentu seperti gigi geraham atau bedah gigi, saya tidak menyarankan. Ini tentu memerlukan penanganan dan peralatan dengan lebih serius. Mintalah rujukan dari puskesmas untuk mendapatkan pelayanan pengobatan di rumah sakit besar yang memiliki peralatan jauh lebih lengkap).
Peralatan di Poli Gigi cukup lengkap




Itu beberapa alasan saya memilih mencabut gigi anak-anak di puskesmas. Oya, untuk informasi tambahan puskesmas melayani berbagai macam bantuan kesehatan seperti umumnya di rumah sakit besar. Nah, bagaimana kondisi puskesmas di daerahmu?



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Akademia LEAD by IndiHome, Solusi Untuk Anak Yang Hobi Game Online

Pentingnya pengasuhan anak agar cerdas bergame online (Foto : Pixabay) Dear Mom, pusing nggak sih melihat anak-anak nge-game online melulu? Sepertinya ini problem yang dimiliki hampir semua orang tua yang memiliki anak usia sekolah. Persoalan ini makin rumit karena pada akhir-akhir ini sistem pembelajaran jarak jauh kembali diberlakukan di beberapa wilayah. Berdalih untuk memudahkan proses belajar, anak-anak memiliki keleluasaan untuk berlama-lama menggunakan gawai. Terlebih jika tersedia jaringan internet cepat di rumah, oh, tentu membuat anak-anak senang menghabiskan waktu untuk bergame ria. Dengan catatan, hal itu terjadi jika orang tua tidak peduli dengan kegiatan anaknya selama di rumah. Beberapa waktu yang lalu, saya sempat berbincang dengan seorang teman, seorang ibu yang berprofesi sebagai   praktisi pendidikan, Lita Edia. Beliau mengatakan, bahwa kita tidak bisa menahan kemajuan teknologi yang mengubah kehidupan kita. Kita tidak bisa membalikkan zaman, tetapi kita bi...

Cerahkan Desember Dengan Satu Klik, Bikin Semua Lebih Asyik

  Aplikasi terbaru myIndiHome, memudahkan pengguna internet (Foto : Fixabay) Desember tahun ini diawali dengan banyak peristiwa heboh yang menguras emosi dan menimbulkan kesedihan mendalam. Dari kasus bunuh diri seorang mahasiswi di samping kuburan ayahnya yang melibatkan seorang oknum polisi. Kasus yang akhirnya terungkap akibat kegaduhan netizen di media sosial. Sayangnya, keadilan tidak bisa menyelamatkan korban yang telanjur putus asa dan memilih mengakhiri hidupnya. Kesedihan di dunia maya belum sepenuhnya hilang, disusul peristiwa meletusnya gunung tertinggi di Pulau Jawa, Gunung Semeru. Terlalu mengejutkan rasanya. Tidak ada yang bisa mencegah peristiwa alam sehebat gunung meletus, hanya saja kita masih bisa berdoa, semoga erupsi gunung ini tidak terlalu banyak memakan korban jiwa, dan masyarakat bisa segera pulih dan beraktivitas seperti biasa. Tentunya ini memerlukan bantuan dan dukungan semua pihak. Selain peristiwa di atas, ada satu peristiwa yang cukup mempengar...

Faiz, Anak Down Syndrome yang Berbakat Jadi Model Cilik.

  Menjadi model dalam balutan beskap produk khas Lelaki Kecil Saya tidak pernah menyangka, Faiz, putra ke-3 Mbak Sri Rahayu akan tumbuh sehat, ceria, penuh percaya diri dan menggemaskan, seperti yang tampak dalam foto-foto yang kerap diunggah ibunya ke media sosial. Saya bahkan hampir tak percaya, ia bisa bertahan sampai sebesar ini, dan baik-baik saja. Mengingat awal kelahirannya yang penuh drama dan air mata. Riwayat kelahiran dengan jantungnya yang bocor saja sudah cukup memukul perasaan, ditambah dengan kenyataan pahit, Faiz didiagnosa Down Syndrome. Entah berapa banyak teman-teman kecil seperjuangannya yang telah berpulang. Namun, Faiz tetap bertahan. Untuk lebih lengkapnya, yuk, mengenal Faiz, model cilik lewat penuturan Sri Rahayu, Sang Bunda. Wanita berhijab ini adalah seorang penulis, blogger dan vlogger yang cukup lama berkecimpung di dunia maya.   Sosok Faiz yang rapuh di awal kelahiran (doc Bunda Faiz) Awal Kelahiran Yang Penuh Ujian Hari itu, 11 Januari 2018, hari...