Anak-anak selalu penuh kejutan. Kadang kita bisa menebak laku mereka, namun, tak jarang kita terperangah dibuatnya.
Seperti pengalaman saya berikut...
Hidungku Mampet, Bu
Oleh : Liza P Arjanto
Keluhan anak kerap menjadi hal yang
paling menyebalkan. Terutama di saat kita tengah tanggung mengerjakan suatu pekerjaan. Dan itulah yang
dilakukan Arsyad, anakku yang baru
berusia 3 tahun.
Aku tengah berjuang menyelesaikan
tumpukan setrikaan yang menggunung--ah, menyetrika pakaian merupakan salah satu
pekerjaan yang sebisa mungkin kuhindari. Namun karena aku tidak memiliki
asisten rumah tangga, sejauh apapun aku menghindar, aku tetap harus berurusan
dengan tumpukan baju-baju itu. Menyebalkan sekali.
Arsyad mengintrupsi pekerjaanku
tepat ketika semangatku tengah membara untuk melicinkan baju-baju kusut itu.
“Bu, hidung Arsyad mampet,” keluhnya
dengan suara cadel.
Aku menoleh ke arahnya sambil
tersenyum menenangkan. Sejak semalam ia memang agak pilek. Maka hidung yang
mampet di pagi hari bukanlah hal yang aneh.
“Arsyad tiduran dulu ya, Ibu
selesaikan pekerjaan trus kita main.”
Arsyad menurut. Ia membaringkan
tubuhnya di sebelah adik kecilnya dan menonton
TV. Tapi tak berapa lama ia pun kembali
mengeluh.
“Bu, hidungku mampeeet...” kali ini
suaranya agak keras.
Aku menghela napas. Sambil tak jua
melepaskan setrikaan, aku menyuruhnya untuk mendusin. Apa daya, bocah kecil itu
bukannya mendusin malah menarik napas kencang-kencang. Dan kembali berteriak.
“Bu, aku gak bisa bernapas.”
Dengan hati mendongkol aku pun
menghampirinya. Dengan sehelai tisu yang kutempelkan ke hidungnya, aku menyuruh
anakku mengeluarkan ingus di hidungnya. Tapi sepertinya sia-sia. Tak ada
lendir yang menempel di tisu. Ia malah
menyedot hidungnya keras-keras.
Tiba-tiba aku terpikir untuk
mengajak Arsyad mandi uap. Bukankah mandi uap dengan rempah-rempah alami bisa
menyembuhkan flu dan melegakan pernapasan? Kebetulan salah seorang tetanggaku
baru membuka jasa sauna di rumahnya. Mumpung sedang masa promosi, pikirku
senang.
“Nak, setelah Ibu selesai
menyetrika, kita mandi uap ya.”
Mata sipitnya menatapku heran.
“Memangnya kalo mandi uap bisa
sembuh?”
“Hu-um.”
“Nanti aku gak mampet lagi? Bisa
bernapas lagi?” Matanya penuh harap.
Aku mengangguk meyakinkan. “Nah,
sekarang Arsyad ajakin Dedek main dulu ya. Biar gak rewel dan Ibu bisa kelar
menyetrika.”
Arsyad setuju. Ia pun mengajak
adiknya bermain sampai tumpukan baju kusut itu berubah menjadi susunan baju
yang rapi. Aku menyeka keringat dengan perasaan lega. Bisa menyelesaikan
pekerjaan ini merupakan prestasi tersendiri bagiku.
Kulihat Arsyad tengah
berlari-lari di sekitar rumah dengan ceria. Tapi tak lama kemudian ia pun menghampiriku.
“Kita mandi uap sekarang, Bu?”
Aku mengangguk. Dan Asyad pun
bersorak gembira. Dalam hati aku menduga-duga
seperti apa reaksi bocah itu dalam ruangan sauna. Apakah ia akan
sesenang ini?
Tepat seperti dugaanku. Anak itu
menjerit ketakutan. Susah payah aku membujuknya untuk mau berdiam sedikit lebih
lama dalam ruangan penuh uap itu. Aroma harum rempah yang merebak tak mampu
menenangkannya.
“ Sebentar lagi ya, Nak. Biar hidung
Arsyad gak mampet lagi.” Bujukku.
Arsyad mencoba bertahan. Sekalipun
aku menemani dan memeluknya, rupanya uap dan hawa panas membuatnya tak nyaman.
Ia menangis terus selama dalam ruangan. Hanya sesekali ia mau menghentikan
tangisnya.
Tak sampai sepuluh menit, kulihat wajah dan tubuhnya basah bersimbah keringat. Rasanya itu sudah
cukup. Dan aku pun berharap Arsyad tak lagi mengeluhkan hidungnya yang mampet.
Kami keluar ruangan dengan kulit kemerahan dan basah. Hawa
sejuk langsung terasa, sesaat setelah keringat yang menetes menguap disapu angin.
Kulirik anakku tengah tersenyum. Wajahnya diliputi kelegaan.
Eh, tetapi apa itu? Aku tersentak melihat gumpalan merah
yang menonjol dari salah satu lubang hidungnya. Benjolan itu tampak seperti
gumpalan darah. Apakah mandi uap bisa menyebabkan pendarahan di lubang
hidungnya?
Dengan dada berdebar aku memencet hidung anakku itu.
Gumpalan merah itu terasa keras di tanganku. Merasa ada yang aneh, aku
memperhatikan lebih serius, ternyata gumpalan merah itu adalah sebutir manik
bewarna merah.
Kutatap anakku dan manik merah itu silih berganti.
Jadiiiii.... benda inikah yang membuat hidung anakku terasa mampet?
Tiba-tiba aku
bergidik membayangkan anakku yang sejak tadi berulang kali menyedot napas
kuat-kuat, sementara aku menyetrika dengan amat tenang.
Tamat
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih sudah memberi komentar terbaik. Ditunggu kunjungan berikutnya.
Salam hangat ... :)