Langsung ke konten utama

Postingan

Museum Geologi Bandung, Wisata Edukasi Murah Meriah

Museum Geologi Bandung, wisata edukasi murah meriah (dok.pri) Liburan  paling asyik jika diisi dengan acara jalan-jalan bareng keluarga. Nggak mesti ke tempat-tempat mahal lho. Jika sedang berada di Bandung, coba deh kunjungi tempat wisata edukasi yang bisa membuat anak-anak melek informasi dan budaya. Salah satunya dengan wisata edukasi murah meriah, seperti Musium Geologi Bandung. Berlokasi di pusat Kota Bandung, tepatnya di Badan Geologi Kementerian  Energi dan Sumber Daya Mineral, di Jl.Diponegoro No. 57. Kec. Cibeunying Kaler, Kota Bandung. Gedung Museum Geologi Bandung ini dibangun pada tahun 1928 dan diresmikan dengan nama  Geologische Museum  pada 16 Mei 1929, bertepatan dengan penyelenggaraan Kongres Ilmu Pengetahuan Pasifik yang ke IV. Pembangunan dikerjakan selama 11 bulan dengan 300 orang pekerja dan diperkirakan menghabiskan dana sebesar 400.000 Gulden. Museum Geologi dibangun dengan arsitektur bergaya  Art Deco   rancangan arsitek Belanda  Ir. H. Menalda van Schouwenburg.
Postingan terbaru

Sri Chandra Nurlaili, Bangkitkan Asa Dhuafa dengan Sedekah Seribu Sehari

  Sri Chandra Nurlaili, Bangkitkan Asa Dhuafa dengan Sedekah Seribu Sehari (Foto : IG Sri Chandra Sri Chandra Nurlaili, perempuan asal Sumatera Barat yang akrab dengan panggilan Ummi Iis bukanlah sosok kaya raya yang bergelimang harta. Namun sosok ibu rumah tangga sederhana yang memiliki kekayaan hati yang luar biasa. Sehingga mampu menampung anak-anak terlantar dan memperlakukan mereka layaknya anaknya sendiri. Sikap peduli terhadap dhuafa ini lahir dari pengalaman pahit di masa silam. Terlahir sebagai anak bungsu dari 6 bersaudara, dengan jalan hidup yang tak mudah, membuat hatinya mudah tersentuh dengan kebaikan yang diterimanya. Terutama saat ia harus menemani kakaknya yang terkena kanker payudara untuk menjalani kemoterapi di Rumah Sakit Achmad Mochtar   (RSAM) Bukittinggi, yang berjarak 75 km dari kediamannya di Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Jarak tempuh yang jauh serta proses pengobatan yang lama, membuat Ummi Iis dan kakaknya terpaksa menginap di emperan ruma

Vania Febriyantie, Ubah Lahan Tidur Jadi Lahan Subur Dengan Seni Tani

  Vania Febriyantie, Ubah Lahan Tidur jadi Lahan Subur dengan Seni Tani (Foto : dok. Vania)      Banyaknya lahan tidur di beberapa titik daerah perkotaan menimbulkan rasa gelisah di hati Vania Febriantie. Vania akrab dengan dunia pertanian sejak duduk di bangku kuliah jurusan Biologi ini memiliki   kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan di sekitarnya. Ia   merasa ‘sayang’ jika lahan subur itu menganggur begitu saja, sementara begitu banyak yang bisa dilakukan dengan tanah tersebut. Bersama rekan-rekan yang memiliki minat yang sama dalam pertanian di Komunitas Seribu Kebun, dan seringnya diskusi dan berbagi pengetahuan serta pengalaman tentang bercocok tanam, Vania kemudian mencetuskan ide Seni Tani. Sebuah gagasan untuk mengubah lahan tidur menjadi lahan subur dan produktif. Seni Tani, Ubah lahan Tidur Menjadi Lahan Subur nan Produktif Ia memahami beberapa masalah yang menjadi momok dalam dunia pertanian. Seperti harga yang tidak adil, regenerasi petani yang susah, sistem perta

Mariana Yunita Hendriyani Opat, Pejuang Hak Kesehatan Reproduksi Seksual

    Mariana Yunita Hendriyani Opat, Pejuang hak kesehatan reproduksi seksual  (Foto : @tenggarantt) Mariana Yunita Hendriyani Opat, atau akrab dipanggil Tata, amat menyadari bahwa bagi sebagian masyarakat, khususnya di Nusa Tenggara Timur, kesehatan reproduksi masih menjadi hal yang tabu untuk dibicarakan. Membicarakan perihal reproduksi dianggap membahas hal-hal porno yang bertentangan dengan norma dan tradisi yang berlaku di masyarakat. Namun, kenyataan di lapangan membuat Tata prihatin. Terutama yang menimpa anak-anak dan remaja yang tumbuh dalam lingkungan masyarakat miskin dan marjinal. Alangkah ngilu rasanya ketika ia menemukan fakta ada remaja yang menggunakan koran dan kardus bekas sebagai pembalut. Hal seperti ini tak pernah ia bayangkan.  Tata juga menemukan bahwa sebagian besar dari 500 remaja di NTT tidak memiliki akses terhadap sumber informasi pendidikan seksual dan tidak adanya komunitas untuk menceritakan atau membahas pendidikan seksual pada remaja dan anak-ana

Justitia Avila Veda, Pejuang Keadilan bagi Korban Kekerasan Seksual Berbasis Gender

  Justitia Avila Veda, pejuang keadilan bagi kekerasan seksual berbasis gender (Foto : IG @advokatgender) Bagi Justitia Avila Veda, 30 th, dunia hukum bukanlah hal yang baru. Sebagai seorang putri yang lahir dari pasangan pengacara, yang kini berprofesi menjadi notaris, perihal hukum sudah menjadi santapannya sehari-hari. Darah hukum mengalir deras di nadinya. Maka menjadi sebuah kewajaran jika ia pun memilih kuliah di jurusan hukum . Veda pun sangat menyadari doa serta harapan kedua orang tuanya yang disematkan pada nama pertamanya, Justitia. Yang memiliki makna keadilan. Ia pun ingin menjadikan namanya sebagai value dan   moral kompas dalam kehidupannya. Yang mempengaruhi bagaimana cara ia mengambil keputusan, memperlakukan seseorang dan menghadapi sesuatu. Lulusan Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini mulai dikenal publik saat menawarkan bantuan konsultasi kasus kekerasan seksual lewat di akun media sosialnya. Cuitannya di Twitter Juni 2020 itu pun mendapat respon positif da